Oleh
: DHARMA SETYAWAN
Ketua
Komunitas Hijau
“Tulus 2” menyambung bagian pertama bahwa tulus hanya akan
mampu dipahami dan dirasakan tanpa harus mendemonstrasikan kata-kata. Karena
tulus itu makna ikhlas, sejuk, mengharu biru dan dirindukan siapapun.
“Aku telah tulus
doakan engkau dalam sholatku supaya Allah memberi ampun atas dosamu. Aku
bergantung pada janji Allah walaupun sampai ke lawang langit timbunan dosa,
asal memohon ampun dengan tulus akan diampuninya”. (Doa Hamka, seusai
menyolatkan jenazah Soekarno).
Begitulah Hamka mengajarkan bagaimana ketulusan, mengajarkan
sikap Negarawan yang sebenarnya. Hamka pernah dipenjarakan oleh rezim Soekarno
akibat perbedaan pandangan politik. Saya tidak ingin membahas siapa yang salah
pada Soekarno kah atau pada Buya Hamka? Pada akhir tulisan ini saya coba kutip
bagaimana Pramodya Ananta Toer menjawab tuduhan yang selama ini hinggap dan
seolah tindakan menghukumi para negarawan-negarawan itu adalah inisiatif
Soekarno.
Hamka bukan sekali saja berseteru dengan Soekarno. Perbedaan
ideology yang muncul sangat dinikmati oleh kedua tokoh tersebut. Bukan
bermaksud mencairkan, memang kepahlawanan itu muncul atas narasi-narasi yang
hadir dan memunculkan Sintesis. Sebagaimana Hegel mengamini bahwa tidak mungkin
selesai jika yang terus diributkan adalah tesis dan anti-tesis. Sintesis adalah
ruang damai tanpa perlu saling menindas atau membuat semua orang tiarap dan
tunduk. Yang diperlukan adalah terus bekerja, berdialektika dan saling
mencerdaskan.
Soekarno pernah membrendel Majalah Panji Masyarakat milik Hamka pada 17
Agustus 1960. Alasan Soekarno membrendel majalah tersebut karena menerbitkan
tulisan M Hatta berjudul “Demokrasi Kita”.
Tulisan yang sangat mengkritik system demokrasi terpimpin di bawah gelora
Soekarno.
Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) sebagai
partai yang menjadi perjuangan Hamka pun ditumbangkan rezim orde lama tahun
1964. Hamka akhirnya mendekam di penjara selama 2 tahun dengan tuduhan
pro-Malaysia. Dipenjara itulah Hamka menyelesaikan tafsir Al-quran yang diberi
nama tafsir Al-Azhar.
Bagi Hamka tulus itu adalah ekstensi kebaikan, tidak ada
tendesi kepentingan dunia sedikitpun baginya kecuali ingin menegakkan
kebenaran. Soekarno dan Hamka adalah sejarah yang beradu dan membangun
kecerdasan sejarahnya. Apakah soekarno yang bersalah? Sekali lagi tulisan ini
tidak untuk menjawab pertanyaan tersebut. Soekarno punya narasi sendiri
bagaimana dia juga berkorban untuk bangsa ini. Soekarno pun memiliki ketulusan
zamannya. Masih teringat jelas bagaimana diakhir hidup soekarno yang oleh rezim
orde baru dirinya diperlakukan bak binatang. Dengan status tahanan rumahan,
Soekarno diperlakukan layaknya orang yang tidak mendapat pelayanan sebagai
mantan presiden. Hatta pun menjenguknya dan menangis, Hatta melihat saudara
proklamatornya itu mengalami penghianatan keji tanpa kehidupan layak, tanpa
medis yang layak, tanpa didampingi keluarga, tanpa makanan yang layak sampai
tidak ada yang boleh merawatnya kecuali beberapa orang yang ditunjuk oleh orang
suruhan Soeharto dan kawan-kawan. Muka Soekarno bentol-bentol akibat salah
obat. Soekarno dijatuhkan sejatuh-jatuhnya sebagaimana ketika dia hidup
dibentur-benturkan oleh pembelaan ideology yang sebenarnya semua ia cintai,
baik ideology Islam, Nasionalisme dan Komunis yang ia rawat untuk membangun
Indonesia. Fakta yang terjadi mimpi Soekarno dijadikan asing untuk
menggulingkannya dengan berbagai maacam cara. Tuduhan pro-komunis dan sampai
pada by design G 30S/PKI.
Sekali lagi ini tentang ketulusan, tulus pula yang
diminta untuk menilai sejarah mana yang benar dan mana yang scenario asing
terhadap semua gejala sejarah. Sebagaimana janji saya pada kalimat di atas.
Pramodya Ananta Toer orang yang puas mendekam di penjara nusa kambangan, yang
puas hantaman popor senjata sampai pendengarannya tuli, orang tua yang di tahun
1999 masih menyemangati mahasiswa untuk merebut people power, orang tua yang
dituduh PKI atas karya besarnya “Bumi
Manusia”.
Pramodya yang juga tersakiti oleh rezim Soekarno ditahun
1999 mengatakan “Angkatan Darat itu adalah
Negara dalam Negara, sewaktu Soekarno memimpin ada pemerintahan lain yaitu
pemerintahan angkatan darat. Saat saya diculik, saat itu adalah atas perintah
angkatan darat bukan perintah Soekarno”. Begitulah ungkapan Kakek Pram
seorang penulis, sosialis dan dihari tuanya memiliki 38 karyanya namun 9 karya
dimusnahkan rezim saat di penjara. Karya kakek pram telah diterjemahkan keberbagai
puluhan bahasa di Negara-negara lain.
Hamka, Soekarno, Pramodya adalah tokoh-tokoh negarawan yang
membangun semangat ketulusan dengan warna yang berbeda. “Tulus” mau
bagaimanapun ia ditutupi oleh sejarah dusta sekalipun, akan mengintip zaman dan
mencari celah keluar untuk membuktikan kebenaran yang sesungguhnya.
0 komentar