Oleh
: DHARMA SETYAWAN
KOMUNITAS HIJAU
ikkooo.deviantart.com |
“Kebenaran”
mengandung kebaikan hidup namun dalam perilaku komunal penuh distorsi.
Kebenaran memang menjadi pedoman, kebenaran slalu menjadi klaim primordial
sejumlah kelompok. Kebenaran menjadi sikap mutlak bahkan seringkali angkuh. Kebenaran
menegaskan diri pada struktur monoteisme. Kebenaran hakikatnya tidak mungkin
bersandar pada suatu kelompok. Kebenaran sangat mandiri dan tidak butuh
pengakuan karena kebenaran begitulah adanya. Dia tidak pernah menjalin
prasangka dengan struktur apapun. Kebenaran selalu tunggal, tidak heterogen,
tidak jamak, tidak samar, tidak buram. Kebenaran jelas, nyata, pasti, dan
berakhir pada yang satu. Maka sudah seharusnya kebenaran menjadi pondasi atas
paradigma, perilaku dan konflik zaman.
Kebenaran akan selalu menutup diri pada upaya-upaya
komunikasi yang coba dilakukan oleh kesalahan. Kebenaran menjadi mutlak milik
pencipta-Nya. Kebenaran adalah hujjah yang tidak dapat dibantah baik oleh
logika bahkan tahayul. Karena kebenaran adalah nas-nas yang dinarasikan oleh
fikiran, dirasakan oleh hati dan dihujjahkan oleh kitab-Nya. Sebagaimana
umumnya manusia, individu kita tidak akan pernah sempurna menggapai penuh
kebenaran dalam jalan panjang kehidupan. Kita tidak pernah mampu meraba kebenaran
dan menyajikan bentuk dan mewujudkannya dalam benda padat. Namun kita sangat
yakin, kebenaran dapat kita rasa manfaatnya dan kemesraan nurani kita
mengangguk-angguk. Kebenaran menjadi pemangku public sebuah ketertindasan.
Kebenaran tidak pura-pura menghardik kesombongan dan tidak segan mencerdaskan
kebodohan. Tanpa marah, tanpa putus asa, tanpa menderita, kebenaran tetap gagah
menantang zaman yang penuh kelabu. Zaman pun kelak akan menyingkap dan membuka tabir sejarah yang penuh kepalsuan. Kebenaran itu
ibarat air yang sopan dan ulet menetesi batu. Kebenaran tidak akan melukai
nurani karena kebenaran terus menghantam sendi kerdil, pengecut dan penuh
basa-basi.
Benarmu-dan benarku akan sepihak jika tanpa pedoman peta
kebenaran milik-Nya. Mungkin kita pernah ngotot, mangkir, masa bodoh dan
beranggapan kitalah pemilik kebenaran. Coba kita lihat, kebenaran itu sekarang
sedang senyum sumringah! andai kita menyadari, kebenaran merasa bangga, dia telah
menjadi rebutan bagi sikap kotor manusia. Padahal kita tahu, kebenaran tidak
pernah mengibarkan bendera perang untuk wajib dipertarungkan. Kita perlu koreksi
agar tidak semakin buta. Untuk meraih kebenaran ternyata butuh etika individu
dan butuk retorika orang lain. Karena kebenaran pasti berakhir pada kedamaian.
Jika ada kebenaran yang menimbulkan rusuh pasca gerakan praksisnya, bisa jadi
itu kebenaran versi primordial bukan kebenaran seutuhnya. Kebenaran itu
berfungsi menciptakan keadilan. Karena benar itu adil, karena adil itu benar. Dan
di dunia ini, Kebenaran hakiki itu milik Tuhan!
0 komentar