TULUS (1)

05.15.00



Oleh : DHARMA SETYAWAN
 Ketua Komunitas Hijau

“Tulus” kata mengandung sejuta makna. Tulus ibarat busur panah yang lepas begitu saja. Entah tepat sasaran atau tidak, yang pasti dia ingin kebaikan itu menancap di tengah sasaran. Ajaran tulus itu sebenarnya rumit dan tidak sesederhana mengatakannya kata yang terdiri dari 5 huruf penuh dengan konsistensi. Seorang yang tulus tidak mungkin akan menggugat kembali atas semua yang dia lakukan. Karena tulus itu selalu berakhir pada “lupa”, orang yang sering melakukan kebaikan ia lupa bahwa kebaikan tidak akan terniang terus diingatannya. Karena lupa itu menjadi penyebab dia tulus. Tulus itu berkarakter karena menjadi kebiasaan yang diulang-ulang. Lihat saja orang disekitar kita yang selalu menyebut-nyebut pemberiannya yang telah dilakukan untuk orang banyak. Jangankan ketulusan, yakin sikap memberinya masih dapat dihitung dengan jari. Laksana musim hujan, ketulusan itu melupakan segala bentuk kekeringan yang pernah menghampirinya.
Masalahnya adalah tulus itu tetap butuh energi besar. Tulus butuh rangsangan dari berbagai pihak. Seseorang untuk tulus butuh sebuah momentum untuk menemukan fatsoennya. Karena tulus berkawan baik dengan nurani, maka ia harus bersih dari sikap ingin menguasai. Seorang yang tulus hanya ada keinginan untuk bermanfaat. Tanpa balas tanpa harus kecewa orang lain akan membalasnya serupa, tulus itu menyapa siapapun. Dan nuranimu perlu untuk menyatu dengan nurani yang akan kau beri ketulusan. Maka mengawali ketulusan membutuhkan sentuhan hangat lakumu, supaya tulusmu benar-benar tidak tersandung kepicikan. Mustahil hati yang sakit  bahkan mengandung permusuhan akan mampu berbuat dan memberi ketulusan. Hati memang tidak dapat dibaca, tapi laku seseorag itu mencerminkan hatinya. Pemimpin yang tulus contohnya dia akan selalu dirindukan oleh bawahannya, dia akan diakui tulusnya dengan kinerja, tanpa basa-basi bawahannya mengakui apa yang sudah dilakukan. Tanpa adanya intruksi bak militer jundi-jundi itu menyambut seruan hangat pemimpin yang tulus.
Terkadang kita juga harus menyadari bahwa tulus memang berat tapi setidaknya sama-sama bisa kita tumbuhkan. Karena tulus itu harus merasuki relung-relung hati, dia menajamkan kesadaran bahwa semua harus pada koridor kebaikan. Kepada yang bersalahpun tulus mengajaknya untuk kembali menjadi benar tanpa ada kata-kata makian, cercaan, cacian. Apalagi kepada yang benar, tulus akan bersanding akrab dan menebarkan aroma manfaat. Sebelum ketulusan itu benar-benar nyata maka hadirlah dengan hatimu untuk berbuat sejauh kau mampu. Kekurangan akan ketulusanmu itu akan terjawab sebatas pemakluman karena bagaimanapun tidak ada kesempurnaan. Tapi tulus tidak dapat ditawar, dia selalu mengeja diri untuk menjadi yang terbaik. Jika masih ada keluh kesah, merasa rugi, dan merasa tidak ada yang menghargai berarti tulus telah jauh menghilang. Jangan sampai Orang-orang yang akan kita beri ketulusan menjauh, menghilang dan berangsur-angsur meninggalkan militansi keakraban.

You Might Also Like

0 komentar

Ayo Gabung

SUBSCRIBE NEWSLETTER

Get an email of every new post! We'll never share your address.

Dharma

Dharma
Selamatkan kekayaan Indonesia

Ad Banner

Ad Banner