Oleh
: DHARMA SETYAWAN
Ketua
Komunitas Hijau
“Tulus” kata mengandung sejuta makna. Tulus ibarat busur
panah yang lepas begitu saja. Entah tepat sasaran atau tidak, yang pasti dia ingin
kebaikan itu menancap di tengah sasaran. Ajaran tulus itu sebenarnya rumit dan
tidak sesederhana mengatakannya kata yang terdiri dari 5 huruf penuh dengan
konsistensi. Seorang yang tulus tidak mungkin akan menggugat kembali atas semua
yang dia lakukan. Karena tulus itu selalu berakhir pada “lupa”, orang yang
sering melakukan kebaikan ia lupa bahwa kebaikan tidak akan terniang terus
diingatannya. Karena lupa itu menjadi penyebab dia tulus. Tulus itu berkarakter
karena menjadi kebiasaan yang diulang-ulang. Lihat saja orang disekitar kita
yang selalu menyebut-nyebut pemberiannya yang telah dilakukan untuk orang
banyak. Jangankan ketulusan, yakin sikap memberinya masih dapat dihitung dengan
jari. Laksana musim hujan, ketulusan itu melupakan segala bentuk kekeringan
yang pernah menghampirinya.
Masalahnya adalah tulus itu tetap butuh energi besar. Tulus
butuh rangsangan dari berbagai pihak. Seseorang untuk tulus butuh sebuah
momentum untuk menemukan fatsoennya. Karena tulus berkawan baik dengan nurani,
maka ia harus bersih dari sikap ingin menguasai. Seorang yang tulus hanya ada
keinginan untuk bermanfaat. Tanpa balas tanpa harus kecewa orang lain akan
membalasnya serupa, tulus itu menyapa siapapun. Dan nuranimu perlu untuk
menyatu dengan nurani yang akan kau beri ketulusan. Maka mengawali ketulusan
membutuhkan sentuhan hangat lakumu, supaya tulusmu benar-benar tidak tersandung
kepicikan. Mustahil hati yang sakit bahkan mengandung permusuhan akan mampu
berbuat dan memberi ketulusan. Hati memang tidak dapat dibaca, tapi laku
seseorag itu mencerminkan hatinya. Pemimpin yang tulus contohnya dia akan
selalu dirindukan oleh bawahannya, dia akan diakui tulusnya dengan kinerja,
tanpa basa-basi bawahannya mengakui apa yang sudah dilakukan. Tanpa adanya
intruksi bak militer jundi-jundi itu menyambut seruan hangat pemimpin yang
tulus.
Terkadang kita juga harus menyadari bahwa tulus memang berat
tapi setidaknya sama-sama bisa kita tumbuhkan. Karena tulus itu harus merasuki
relung-relung hati, dia menajamkan kesadaran bahwa semua harus pada koridor
kebaikan. Kepada yang bersalahpun tulus mengajaknya untuk kembali menjadi benar
tanpa ada kata-kata makian, cercaan, cacian. Apalagi kepada yang benar, tulus
akan bersanding akrab dan menebarkan aroma manfaat. Sebelum ketulusan itu
benar-benar nyata maka hadirlah dengan hatimu untuk berbuat sejauh kau mampu.
Kekurangan akan ketulusanmu itu akan terjawab sebatas pemakluman karena
bagaimanapun tidak ada kesempurnaan. Tapi tulus tidak dapat ditawar, dia selalu
mengeja diri untuk menjadi yang terbaik. Jika masih ada keluh kesah, merasa
rugi, dan merasa tidak ada yang menghargai berarti tulus telah jauh menghilang.
Jangan sampai Orang-orang yang akan kita beri ketulusan menjauh, menghilang dan
berangsur-angsur meninggalkan militansi keakraban.
0 komentar