Oleh
: DHARMA SETYAWAN
Ketua Komunitas Hijau /
Mahasiswa Ekonomi Islam Sekolah Pascasarjana UGM
Negeri ini tidak henti-hentinya menuai
banyak permasalahan mulai dari buruknya perilaku pejabat politik sampai pada
perilaku buruk para pelajar dan mahasiswa. Peristiwa pada (19/9/2011) yang mencengangkan kita semua terjadi pada
pelajar SMA 6 Jakarta yang melakukan penyerangan terhadap puluhan wartawan.
Peristiwa biadab tersebut dilakukan oleh para remaja yang notabene adalah para
pelajar yang masih diurus oleh orang tua. Apalagi SMA 6 Jakarta terkenal dengan
sekolah elit yang disana banyak pelajar yang orang tuanya adalah pejabat dan
artis. Di Bandar Lampung tawuran terjadi didua kelompok mahasiswa yang saling lempar. Dua kelompok mahasiswa Universitas Lampung yang
berasal dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dan Fakultas Teknik
(FT) saling melempar batu pada aksi tawuran di Universitas Lampung, Rabu (21/9/2011). Tawuran
mengakibatkan puluhan mahasiswa terluka dan merusak sedikitnya 18 mobil. Selain itu pada kondisi daerah masyarakat kita
juga sering terjadi kerusuhan antar warga. Ada yang hanya dipicu masalah sepele
sampai pembunuhan salah satu warga etnis tertentu. Suguhan kekerasan hampir
setiap hari ditampilkan di media kita, sebagai gambaran kondisi mental
masyarakat Indonesia yag sedang sakit. Ada apa dengan bangsa ini?
Generasi Pendidikan Frustasi
Dari peristiwa di atas kita dapat
melihat gejala-gejala yang timbul adalah indikasi generasi bangsa yang sedang
frustasi. Sedikit sebab yang sepele dan sangat tidak substansi dapat memicu
kerusuhan besar hingga klimaknya terjadi tawuran yang mengakibatkan luka,
pembunuhan dan rusaknya fasilitas umum. Pelajar dan mahasiswa semestinya
berfikir keras dan cerdas untuk masa depan bangsa telah menghianati amanah diri
dengan melakukan tindakan anarkis yang merusak citra buruk hasil pendidikan.
Pada kasus pengeroyokon yang dilakukan ratusan pelajar ke puluhan wartawan
selayaknya hal itu tidak terjadi apalagi terjadi pada saat kewajiban menuntut
ilmu wajib bagi mereka. Tindakan yang mereka lakukan merupakan cerminan
frustasi yang terjadi akibat akumulasi buruk para pemangku kebijakan negeri
ini. Pada hakekatnya manusia tidak menginginkan adanya ancaman satu sama lain.
Untuk itu pendidikan semestinya membuat kita lebih baik dan menjauhkan sifat
manusia pada sebelumnya yaitu homo homini lupus (manusia pemakan
segala). Sifat inilah yang kemudian membuat manusia satu dengan yang lain
saling sikut, saling berkelahi dan bahkan saling membunuh. Pelajar yang dididik
untuk menjadi lebih baik faktanya tetap menjadi manusia yang berperilaku sama
dengan orang yang tidak berpendidikan. Mereka yang masih pada usia belia pun
sudah berani menyerang sejumlah wartawan lalu bagaimana nanti ketika mulai hidup
di masyarakat dengan segudang permasalahan yang begitu kompleks.
Para pelajar dan mahasiswa sebagai
pewaris intelektual dan agen of change telah berperilaku buruk bahkan offside
dari koridor sopan santun. Para pelajar di SMA 6 Jakarta dan Mahasiswa di
Universitas Lampung ini adalah sebagian contoh dari kondisi generasi frustasi
yang gagal dalam menempa moral pendidikan. Selain itu kita juga patut prihatin
dengan perilaku kehidupan bebas para pelajar dan mahasiswa di Indonesia yang
telah mengidap penyakit hedonis dan apatis. Penyakit hedonis ini terbukti
dengan banyaknya gaya hidup mewah para pelajar dan mahasiswa akibat dari
tayangan televisi yang menyuguhkan hidup enak, harta berlimpah dan pola
borjuis. Tayangan sinetron menyuguhkan pola hidup remaja yang berfashion mahal
dan berkendaraan mahal. Hal ini yang membuat para generasi apatis dan bermimpi
muluk tanpa kerja keras tapi malah sebaliknya hidup bermalas-malas dan menuntut
orang tua untuk memberikan mereka fasilitas yang sama seperti kehidupan di sinetron.
Pergaulan bebas juga sudah terjadi
pada pelajar dan mahasiswa kita di kota-kota di Indonesia. Mulai dari seks
bebas hingga narkoba hal ini bukan hal baru bagi generasi bangsa ini. Kita
merasakan benar bagaimana kota-kota besar malah menjadi magnet buruk bagi
generasi sehingga melupakan local wisdom (kearifan local) yang sepatutnya
dijaga bangsa ini sebagai bangsa timur yang penuh dengan sopan dan santun. Narkoba
pun terus mengintai dan menjadi momok berbahaya bagi otak generasi bangsa ini.
Mulai dari hal-hal yang ringan pelajar merokok, minuman keras, dan sampai
narkoba pelajar indonesia menjadi surga uang bagi pemilik produksi barang haram
di atas. Bahkan pelajar wanita di kota-kota juga tidak asing dengan barang
haram tersebut. Imbasnya yaitu pada kasus pemerkosaan yang terjadi kepada
pelajar kita adalah akumulasi dari disorientasi hidup yang berawal dari
kehidupan bebas yang mereka jalani. Sayangnya di Jakarta malah terjadi aksi
dengan memakai rok mini dan menyudutkan pihak yang ingin memperbaiki perilaku
bebas para generasi frustasi ini. Rokok, minuman keras, narkoba, fashion yang
memancing birahi tidak pernah dipersalahkan tapi hal yang lain yang malah
dipersalahkan.
Mengobati Pendidikan Frustasi
Pendidikan kita perlu banyak mendapat
koreksi oleh berbagai pihak. Pendidikan yang seharusnya memberikan nilai-nilai
moral pada generasi pada faktanya hanya menjadi titik jenuh para pelajar dan
mahasiswa. Hal ini dapat disebabkan bebarapa hal. Pertama, bahwa
pendidikan kita hanyalah ritualisme tuntutan semata dan bukan pola kewajiban
setiap warga negara untuk membangun sumber daya manusia yang unggul dari
pendidikan. Pendidikan juga tidak menarik karena kurangnya penghargaan
pemerintah kepada kaum intelektual di negeri ini. Maka wajar kurangnya
perhatian pemerintah kepada karya hasil riset pendidikan menyebabkan dunia
pendidikan menjadi instrumen yang tidak menarik. Sehingga orang akan beralih
pada instrumen lain dan menghindari pola pendidikan yang seharusnya mampu
mengikat moral dan menanamkannya ke pemikiran generasi bangsa. Pada akhirnya
kondisi pendidikan yang mengalami stagnasi atau status quo akan
ditinggalkan. Sehingga para generasi lebih memimih untuk masuk ke dunia instan
seperti ingin menjadi artis yang berlimpah uang. Nilai etika pendidikan yang
semakin kabur ditambah semakin meningkatnya dunia entertainment menjadi
terbalik fungsi pendidikan telah digantikan oleh para artis. Para artis ini
kemudian mengajarkan pola hidup mereka yang serba mewah dengan uang berlimpah.
Kedua, Negara terkesan cuci tangan dengan gejala buruk
yang terjadi pada pendidikan kita. Negara dengan segala instrumennya seharusnya
lebih fokus pada proteksi untuk menyelamatkan moral bangsa ini dari fenomena
degradasi moral. Pemerintah perlu mengambil alih kebijakan dengan mengatur
kebebasan para pelajar dan mahasiswa agar kembali kepada jalur naturalnya
sebagai seorang peserta didik. Regulasi tentang tayangan media bagi pelajar
perlu mendapat sanksi bagi media yang bertujuan hanya untuk merusak para
generasi kita. Tayangan yang menayangkan tantang pola tingkah pelajar yang
urak-urakan harus segera dihentikan dan pelajar harus kembali pada pola
kehidupan yang benar-benar realistis dan nyata. Bukankah Socrates juga berpendapat bahwa tugas
utama negara adalah mendidik warga negara dalam keutamaan (arate).
Socrates pun menyerukan “Gnooti Seauton” (kenalilah dirimu). Pelajar
yang mengenali dirinya diharapkan mampu untuk dapat mengemban amanah sebagai
generasi penerus yang baik di masa depan. Semoga!
0 komentar