menulis (1)
Oleh
: DHARMA SETYAWAN
PUBLIC POLICY KAMMI KOTA YOGYAKARTA
twteguhwiyono.blogspot.com |
Pahlawan-pahlawan muslim dari para sahabat, ulama klasik
sampai kontemporer adalah contoh yang sangat heroik untuk dijadikan referensi
soal menulis. Dari Abu Hurairah yang dengan hafalan hadistnya mampu untuk
memberikan warisan perilaku Rosul kepada umat sesudahnya, Dari Zaid Bin Tsabit
sebagai panulis Mushaf Al-Quran, Ulama 4 Mazhab, Ibnu Khaldun, Ibnu Rusyd, Imam
Nawawi, Ibnu Qoyim Al Jauziah, Ibnu Taimiyah, Rasyd Ridha, Muhammad Abduh,
Hasan Al Banna, Sayyid Quthb dan masih banyak lagi yang tidak terhitung. Mereka
juga tidak sekedar meninggalkan teks gerakan namun juga tidak meninggalkan
konteks gerakan.
Di Indonesia kita melihat, peradaban besar sangat dibangun
oleh para pahlawan-pahlawan yang mampu menggetarkan jagad nusantara. Mari
menengok salah satu tokoh pergerakan dimana kata “Indonesia” belum muncul
sedemikian rupa sehingga disosoknya kita akan menemukan gugusan-gugusan pulau
nusantara untuk dinarasikan dan hari ini benar berdiri Negara dari sabang
sampai merauke.
Tan Malaka, Pahlawan Indonesia yang kehidupannya
berpindah-pindah dari Negara satu ke Negara yang lain. Tan Malaka adalah aktivis
gerakan yang terlahir dan tidak untuk terlupa. Lahir di Nagari Pandam Gadang,
Suliki, Sumatera Barat, 2 Juni 1897. “Ilyas Husein itu nama yang kupakai ketika
bepergian. Terpaksa harus menggunakan nama samaran, karena banyak orang
mengincarku. Mereka menganggap pemikiran-pemikiranku radikal dan merugikan
mereka.” Ucap Tan Malaka.
id.wikipedia.org |
Selain nama Ilyas Husein, Tan Ho Seng adalah nama samara
lain yang dipakai Tan Malaka. Sebagai aktivis komunis internasional, Tan Malaka
melanglang buang berpindah tempat mulai dari Malaysia, Filipina, Thailand,
Vietnam, Myanmar dan kawasan asia tenggara. Kebengalannya melawan imperalisme
menjadikan Tan Malaka tidak dapat berlama-lama tinggal disebuah tempat.
Hebatnya sebagai buronan agen rahasia barat yang berusaha untuk membunuhnya,
Tan Malaka adalah orang yang sangat kuat membaca dan menulis. Di Tahun 1925,
dimana masyarakat belum melek membaca akibat penderitaan penjajahan yang begitu panjang oleh barat,
Tan Malaka adalah seorang yang menekuni pemikiran intelektualnya untuk
diimplementasikan langsung dalam gerakan perlawanan yang dia bentuk. Dalam
pelariannya, Tan Malaka harus rela meninggalkan beberapa peti yang berisi buku
di negara yang dia singgahi untuk menjalankan aksinya bersama aktivis gerakan
dari berbagai Negara.
Kita bisa merasakan bagaimana seorang Tan Malaka adalah
tokoh yang sangat progresif membaca buku. Yang menarik dari pemikirannya, Tan
Malaka adalah seorang komunis religi yang begitu kuat memegang semangat
revolusioner untuk melawan imperalisme. Organisasi Komunis Internasional
menjadi kendaraan gerakannya dan membangun jaringan pemberontakan dari berbagai
aktivis di Asia. Tan Malaka juga tokoh revolusi yang memahami Islam cukup
mendalam. Pada tulisannya Tan Malaka begitu fanatik dan mengagumi sosok
Muhammad dan perjalanan hidupnya. Orang juga baru tersadar bahwa Tam Malaka
begitu kuat membela dan mendukung gerakan Pan-Islamisme. Pada saat konferensi
Partai Komunis Sedunia, Tan Malaka mengajak para pejuang revolusi untuk
mendukung gerakan Pan-Islamisme yang juga menolak tegas Imperalisme.
Menulis itu kerja berfikir besar untuk menegakkan peradaban.
Orang yang menulis, berusaha membangun nilai-nilai kebaikan yang tumbuh
membuncah. Seringkali para penulis selalu menawarkan gagasan-gagasan yang
acapkali melampaui keadaan zaman. Gagasan itu melesat dan menyeret jiwa kita
untuk selalu mengikuti magnet positif itu dan mendukungnya pada bentuk
pengejawantahan. Menulis juga dimaknai sebagai cara menguak masa depan. Tradisi
menulis seperti memanggil cahaya yang selama ini mengumpet dari kegelapan yang
mengintainya. Cahaya itu harus dapat dirangsang keluar oleh semangat-semangat
jiwa yang menginginkan kehadiranya untuk menerangi jalan masa depan yang lama
merindu. Menulis adalah magnet kuat dan umpan bagi segala progresifitas
perlawanan, berharap dengannya akan muncul asa yang menjadi pijakan untuk
meneruskan langkah tegap tanpa gontai.
Tan Malaka sebagai tokoh revolusi, tidak terhalang oleh ruang
dan waktu yang saat itu benar-benar bergejolak dan terlalu payah bin mustahil
bahwa kemerdekaan segera menghampiri.
Keterbatasan informasi, transportasi, teknologi, yang jelas langka saat itu,
tidak membuat Tan Malaka surut langkah untuk berjuang. Bergerak, berfikir,
membaca, menulis adalah karakter genuine yang melekatinya erat. Tan Malaka
mampu menjamah semak-semak belukar yang masih tertutupi rimbunnya kebodohan.
Karya Tan Malaka adalah energi dan inspirasi bagi pejuang-pejuang selanjutnya
di negeri ini.
Tahun 1926 buku karya Tan Malaka, Massa Actie mampu menjadi pemantik kebangkitan dan kesadaran para
pejuang termasuk Soekarno yang begitu terhipnotis dengan karya tersebut. Buku
ini menjadi penyemangat baru bagi para pejuang-pejuang muda revolusi untuk
merebut kemerdekaan yang di cita-citakan sejak lama. Tahun 1925 sebelumnya Tan
Malaka menulis naskah kecil berjudul Naar
de Republik (menuju republik Indonesia) terbit pertama kali di Kowloon, Hong Kong.
Dalam tulisan itu terbukti pemikiran Tan Malaka paling otentik dalam
mencita-citakan masa depan Indonesia yang merdeka. Disaat orang-orang linglung
wacana, Tan Malaka mampu membangun peta jalan untuk mimpi kemerdekaan dan
menggagas republik Indonesia. Pantas kemudian hari ini Tan Malaka adalah Bapak
Republik Indonesia. Seorang negarawan pertama yang memulai prahara besar
menegakkan cita bersatunya nusantara dengan jalan sosialisme melawan hegemoni
imperalisme barat.
Karya Tan Malaka yang sangat fenomenal adalah Madilog (Materialisme, Dialektika, dan
Logika). Begitu ini begitu menarik karena ditulisnya dalam kepahitan. Genetika
pemikiran Tan Malaka yang bercampur semangat Islam, sosialisme dan nasionalisme
menjadikannya sosok yang mengerti benar taktik revolusi. Madilog adalah nafas
perang yang mengajak Indonesia untuk optimis. Jalan sosialisme yang menuntut
kesetaraan dan menolak bentuk perbudakan dengan logika terapan menyanjung cara
fikir yang benar-benar memihak struktur keadilan.
Hampir lengkap tentang apa yang telah dicitakan Tan Malaka,
dia tidak menguapkan tangis, dia selalu mendermakan logika berfikir yang mampu
menutupi kemiskinan ide bangsanya saat itu. Sosok revolusioner itu menjadi
pribadi pejuang yang mandiri tanpa terikat dengan sekat komunis yang dia bawa.
Dia Islam, dia Sosialis tapi dia realistis memandang materialisme yang menjadi
cita-cita harapan semua bangsa. Logika berfikirnya juga mengajak semua pihak
untuk tidak menjadi bodoh tapi mengajak semua manusia mencerdaskan diri dengan
dialektika-dialektika intelektual. Logika mengajak bangsa ini untuk menghindari
hal mistik yang menina-bobokan otak dari cara kerjanya untuk progresif berfikir
maju.
Tan Malaka pahlawan yang keberadaan jasadnya masih menjadi
tanda tanya besar. Namun Tan Malaka tetap mampu memperlihatkan keberadaan
jiwanya yang merindui republik Indonesia yang harus benar-benar berdaulat. Tan
Malaka adalah salah satu dari berbagai sumber pemikiran tentang gejolak
perlawanan melawan imperalisme. Tulisan-tulisan Tan Malaka berbincang kepada
semua pihak, memprovokasi pejuang masa depan untuk kembali pada nalar otentik
pahlawan Nusantara. Tan Malaka membantah celoteh yang mengkerdilkan semangat
bangsa ini untuk bangkit dan menyapa jiwa-jiwa pemalas. Lebih giat membangun
kembali pondasi-pondasi dan simpul kemerdekaan yang masih panjang jalannya.
Sedemikiran rapuhnya jika kita meremehkan arti penting
menulis bagi sebuah upaya terciptanya perubahan. Dengan tulisan-tulisan, banyak
pejuang yang mampu menggetarkan hati-hati yang diam. Orasi-orasi kita mungkin
dapat hancur oleh gilasan waktu, tapi tulisan kita selama masih utuh akan tetap
menjadi kerja-kerja keabadian. Tan Malaka yang hidup di bawah pekatnya
penjajahan harus merelakan tulisannya hilang bersama dengan peti yang berisi ratusan
buku. Bahkan Madilog hampir saja musnah manakala Tan Malaka melakukan
kecerobohan dan berakhir dengan penangkapan. Tan Malaka tiada patah arang. Dia
terus berjuang, berperang, berfikir dan menulis, demi hadirnya Naar de Republik yang merdeka seutuhnya.
“Tan Malaka adalah sosok yang berpikiran maju dan cerdas,
salah satu putra bangsa yang memiliki ide dan pandangan luas. Sebelum kita
memikirkan sesuatu, Tan Malaka telah memikirkannya lebih dulu. Selain itu, ia
juga memiliki pergaulan yang luas di kancah dunia Internasional” (Ungkap Bung
Karno).
0 komentar