Islam Dan Kampanye Penyelamatan Lingkungan
Oleh : Dharma Setyawan[1]
Ketua Komunitas Hijau Lampung dan
Aktif di Majelis Pemberdayaan Masyarakat dan
Lingkungan Hidup
Muhammadiyah Metro.
Rusaknya Lingkungan hidup yang telah
terjadi selama ini adalah akibat perilaku manusia yang sewenang-wenang terhadap
alam. Manusia sebagai bagian dari makhluk Tuhan diberi kewenangan untuk menjadi
pemimpin di bumi (kalifah fil ard). Manusia diserahkan alam untuk
dikelola dengan baik sebagai wujud dari bentuk ibadah syukur manusia kepada
Allah swt Tuhan Maha Pencipta. Sejak nabi Adam diturunkan ke bumi, Alam yang
menghampar luas diberikan kepada manusia sampai turun-temurun sebagai amanah
dan kewajiban untuk menjaganya agar tetap lestari. Kisah nabi Nuh yang umatnya
diterpa banjir besar pun tetap diamanatkan untuk membawa hewan diangkut di atas
kapal agar menjaga habitat fauna dari kepunahan. Sampai bumi tumbuh subur
kembali dengan flora yang menambah indah hamparan bumi seperti sebelumnya.
Namun manusia memiliki tabiat sebagai
makhluk yang terus melakukan kerusakan di bumi. Sifat manusia yang memandang
alam sebagai objek kepuasan, menjadikannya tidak memandang alam sebagai bagian
dari ekosystem. Alam yang telah memiliki banyak manfaat terhadap manusia masih
dipandang dan diberlakukan dengan cara antroposentrisme.[2] Paham
antroposentrisme memandang alam sebagai pemenuh kebutuhan manusia
sehingga alam dielsploitasi kekayaannya sebagai pemenuh kebutuhan dan korban
ego manusia. Paham ini semakin salah karena manusia tidak memiliki tanggung
jawab timbal balik (simbiosis mutualisme) terhadap kelestarian alam.
Manusia yang menjadikan alam dengan cara pandang antroposentrisme tidak
pernah menyadari bahwa lingkungan alam juga harus dijaga sebagai bentuk wujud
kepadulian pewariasan kelestarian alam bagi genarasi manusia selanjutnya.
Kerusakan lingkungan yang dilakukan
manusia adalah bentuk paling nyata bahwa manusia tidak pernah jera untuk
berbuat sewenang-wenang terhadap alam. Tapi kita sebagai makhluk juga memiliki
kewajiban untuk berbuat kebenaran dan mencegah kemungkaran yang dilakukan
manusia. Cara hidup manusia yang eksploitatif, destruktif dan konsumtif
harus dilawan dengan praksis gerakan lingkungan sebagai upaya penyelamatan
alam dari kerusakan yang semakin parah. Watak manusia yang memiliki ambisi
menguasai, menjadikan segala cara dilakukan untuk mendapatkan apa yang
diinginkan. Akhirnya yang terjadi adalah rusaknya alam yang ditandai dengan
hancurnya kondisi air, tanah, udara, flora dan fauna. Kerusakan diatas terjadi
akibat ulah manusia yang tidak henti-hentinya mengeksploitasi alam. Tindakan
manusia yang melakukan penggundulan hutan, mengeksploitasi tambang tanpa
memperhatikan manusia dan lingkungan sekitar, mengeksploitasi air yang menjadi
hak bagi banyak ekosystem juga pencemaran udara akibat aktifitas pabrik
industri dan kendaraan bermotor.
Peran Negara sebagai pelindung dan
stasiun akhir perjuangan hak rakyat sangat diharapkan sebagai upaya memberbaiki
dan mencegah eksploitasi manusia agar lebih memperhatikan kelangsungan
kelestarian lingkungan hidup. Namun godaan dollar dan rupiah sangat mengotori
peran wakil rakyat kita yang tergoda dengan sebagian hasil alam yang diberikan
para pelaku eksploitasi dari kekayaan alam Indonesia yang begitu
melimpah ruah. Harapan rakyat untuk menjadi pemilik dan penikmat kekayaan alam
hanya mimpi belaka. Sejumlah perusahaan tambang yang memiliki otoritas modal
telah mampu membeli idealisme para pemimpin yang dipercaya menjaga kekayaan
alam dengan system eksploitasi oleh pihak asing. Pemerintah telah lamban
dan gagal meregulasikan undang-undang yang memberi ketentuan menjaga
kelestarian lingkungan hidup. System eksploitasi oleh sejumlah
perusahaan asing telah membuat negara tidak berdaya dan bertekuk lutut dengan
kontrak kerja yang tidak jelas keuntungan nyata bagi rakyat Indonesia. System eksploitasi
seperti ini tidak ubahnya rampokisasi asing terhadap kekayaan alam Indonesia.
Manusia dan Predator Alam
Semakin tinggi wawasan ilmu manusia
yang tidak diimbangi dengan wawasan agama yang baik menjadikan manusia sebagai predator
alam.[3]
Mengapa penulis katakan sebagai predator alam? Pertama, manusia adalah
makhluk dengan mandat kalifah yang memiliki kebebasan berbuat sesuatu terhadap
alam, sehingga manusia bisa melakukan apapun untuk memenuhi syahwat kepuasan
dalam menggapai kenikmatan hidup. Kedua, manusia adalah makhluk yang diberi
akal, sehingga manusia dengan segala teknologi dan ilmu yang dikembangkan dapat
melakukan eksploitasi alam sebagai bagian dari ciri makhluk predator
yang memangsa target dan wajib mendapatkannya. Dua alasan di atas menjadikan
kita yakin bahwa manusia yang tidak memahami alam sebagai agregat ekosystem
yang harus dijaga merupakan manusia yang pantas disebut predator alam.
Semakin tinggi ilmu manusia
menjadikannya selalu ingin menggali, mencari dan mengambil kakayaan alam tanpa
memikirkan nasib generasi dimasa yang akan datang. Manusia terus berupaya
melakukan kerja eksploitasi dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan
hidup. “Bahwa semakin banyak sarjana diberbagai disiplin ilmu yang mulai
menyadari bahwa kritisnya kualitas lingkungan hidup hari ini merupakan kondisi
yang tak terelakan dari peradaban modern yang berporos pada pandangan dunia (worldview)
sekulerisme, antroposentrisme, materialisme (ilmiah dan budaya), utilitarianisme
dan kapitalisme.”[4]
Pandangan hidup seperti di atas adalah penyebab dari rusaknya alam dan
meninggalkan masalah bagi kelangsungan ekosystem sekitar.
Sekulerisme adalah sebuah paham yang melakukan pemisahan
antara peran agama dan peran agama. Paham sekulerisme ini berujung pada
kehendak manusia yang terlalu memuja akan keberadaan akal sebagai bentuk
kecerdasan manusia salah satunya dalam mengelola alam. Memang ide awal
munculnya sekulerisme akibat ketakutan adanya negara represif yang
memaksakan paham agama terhadap rakyat. Tapi sekulerisme telah
menjadikan manusia kehilangan nurani bahkan sebaliknya sekulerisme
menjadi ancaman bagi ajaran agama yang kenyatannya lebih mengandung nilai
luhur. Sifat materialisme kemudian muncul sebagai bentuk watak permanen
manusia sebagai cara mempertahankan hidup. Tapi materialisme telah
berujung pada sifat ketamakan yang menjadikan manusia melakukan segala cara
untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
Utilitarianisme menjadi pandangan hidup selanjutnya setelah materialisme
dijadikan alasan manusia untuk terus melakukan eksploitasi. Pada
awalnya utilitarianisme dibenarkan karena memberi kemanfaatan pada
kehidupan manusia. Namun kemudian paham ini mendapat perlawanan karena telah
mangabaikan hak-hak alam sebagai bagian ekosystem yang harus mendapat
perlindungan. Paham utilitarianisme dipakai sebagai pijakan eksploitasi
sehingga merugikan ekosystem lain. Paham utilitarianisme ini
dikembangkan oleh Zeremy Bentham (1748-1832).
“Secara singkat prinsip yang dianut
etika utilitarianisme adalah bertindaklah sedemikian rupa agar tindakan
itu mendatangkan manfaat sebesar mungkin bagi sebanyak orang (the greatest
good for the greatest number). Tidak usah bersusah payah mencari norma dan
nilai moral dipilih dan bukan dan bukan yang lainnya karena tindakan tersebut
membawa manfaat bagi banyak orang”.[5]
Utilitarianisme kemudian menjadi tindakan yang dibenarkan karena
memberi manfaat kapada manusia. Padahal fakta membuktikan paham utilitarianisme
telah merusak ekosystem dan berdampak
buruk bagi kelangsungan lingkungan hidup. Utilitarianisme menjadi dalih
baru dan semakin mendukung rakusnya manusia karena ingin menguasai segala
sumber kekayaan alam. Paham utilitarianisme telah menghancurkan
keberlangsungan ekosystem dan tidak mungkin dapat dibayara berapapun
dangan hasil eksploitasi untuk memulihkan ekosystem alam seperti sedia
kala. Fakta telah terjadi yaitu kerusakan alam di lingkungan tambang perusahaan
freeport di Papua, Banjir lumpur Lapindo di Sidoarjo, Kerusakan Hutan di
Kalimantan dan Wasior akibat penebangan liar dan kerusakan daerah tempat
eksploitasi lainnya. Semua ini akibat dari paham utilitarianisme yang
tidak memiliki nurani dan etika lingkungan dalam kerja-kerja eksploitasi sumber
daya alam.
Kapitalisme pun demikian memiliki persamaan dampak buruk bagi
lingkungan. Manusia yang mengunggulkan kapitalisme sebagai cara pandang memenuhi
kebutuhan ekonomi telah menyumbang efek buruk yang sangat tidak manusiawi dan
jiwa sosial kepada yang lemah. Kapitalisme (pemilik otoritas modal)
memang tumbuh subur sebagai bentuk upaya manusia meningkatkan taraf hidup.
Namun juga bisa kita temukan kejanggalan dalam paham ini manusia benar-benar
menjadi predator alam karena manusia sudah berevolusi dari makhluk
sosialis menjadi makhluk individualis. Jangankan bermanfaat bagi sesama (utulitarianisme),
paham kapitalisme ini menjadi system yang paling radikal dan sangat destruktif
dalam menjalankan system ekonomi.
Kapitalisme dengan peran Deregulasi, Privatisasi dan Liberalisasi
dalam berekonomi telah menimbulkan kesenjangan ekonomi yang luar biasa kekayaan
alam hanya dimiliki oleh segelintir orang. Dalam UUD 1945 pasal 33 sudah
gamblang menjelaskan ayat 1, 2 dan 3. Ayat (1) berbunyi perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Ayat (2) Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara. Ayat (3) bumi, air dan segala kekayaan yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Jelas kapitalisme sangat berlawanan dengan konstitusi kita.
Kapitalisme menjadi paham predator alam terganas dengan system radikal
terlengkap melebihi sekulerisme, Antroposentrisme dan utilitarianisme.
Dampak buruk kapitalisme tidaka saja merugikan lingkungan hidup tapi juga
merugikan mayoritas manusia dan negara karena kapitalisme hanya menguntungkan
segelintir manusia yang memiliki kekuatan modal. Negara menjadi bertekuk lutut
karana individu atau korporasi pemilik modal besar (kapitalisme)
memiliki kekayaan yang melebihi apa yang dimiliki rakyat dan negara.
Mengembalikan Spiritual Agama
Manusia akhirnya semakin sadar akan
pentingnya agama sebagai spirit bernegara dan lebih-lebih dapat kita kaitkan
bagaimana kehidupan agama dapat menuntun kita dalam upaya menyelamatkan
kerusakan lingkungan hidup. Pada sifat dasar manusia, semua bersepakat bahwa
manusia apapun jenisnya akan memiliki keinginnan yang sama tentang mimpi
memiliki kenyamanan hidup. Bahkan kapitalisme dan sosialisme
adalah paham yang pada awalnya adalah upaya untuk mencari solusi bagi kehidupan
manusia. Sayangnya kedua paham di atas telah keluar dari relnya dan menjadikan
malapetaka bagi manusia. Paham kapitalisme terlalu bebas dan sosialisme terlalu
mengekang. Untuk itu harus ditemukan sebuah system yang pro terhadap
kepentingan rakyat juga pro terhadap terhadap kepentingan pengusaha.
Spirit agama dapat menjadi solusi dari
perseteruan keduanya. Agama menjadi
sumber ketenangan manusia dari kerakusan yang berlebih dan menjadikan manusia
mampu bersifat humanis dan tolong menolong dengan sesamanya. Manusia
pasti memiliki keinginan dan mimpi untuk dapat hidup layak di bumi juga bersama
ekosystem yang baik atau lebih jelasnya menginginkan kehidupan yang nyaman dengan lingkungan yang baik.
“Setiap individu di seluruh pelosok
bumi memiliki kepentingan yang sama untuk menghisap udara bersih, air jernih
yang tidak tercemar dan lingkungan yang sehat sebagai prasyarat dasar merengkuh
kehidupan berkualitas sehingga berkesempatan mengaktualisasikan potensi-potensi
kemanusiannya”.[6] Dengan semangat dan
cita-cita di atas manusia harus semakin sadar bahwa kehidupan yang kita jalani
adalah bermaksud untuk manusia saling menyadari sebagai makhluk Tuhan yang
satu. Kehidupan yang kita jalani seharusnya mempu menjadikan kita, dapat
bekerjasama dan meraih spiritual yang selama ini telah dilupakan manusia.
Dan janganlah kalian membuat kerusakan
di atas muka bumi setelah Allah memperbaikinya (Q.S Al-A’raaf (7):56). Kita
menyadari tanpa agama ini kita menjadi manusia yang akan terus berbuat
kerusakan. Dan dengan agama itulah manusia akan menyadari untuk saling
mengingatkan dan berbuat sebagaimana mestinya memandang alam sebagai tampat
kita hidup. Martin Palmer telah menuliskan kesadarannya tentang
pentingnya mengembalikan spiritual agama dalam kehidupan manusia bersama alam :
“...Selama lebih dari 30 tahun
lembaga-lembaga besar dunia. Para saintis dan pemerintah dan sejumlah besar NGO
telah mengkompilasi dan menganalisis secara rinci tentang proses perusakan
planet yang tengah kita lakukan ... Tetapi krisis kingkungan masih bersama
kita. Kenyatannya adalah pengetahuan kita tentang krisis ini belum memadai.
Pada dasarnya, krisis Lingkungan adalah sebuah krisis pemikiran. Kita adalah
apa yang kita pikirkan dan apa yang kita pikirkan di bentuk oleh budaya,
keyakinan dan kepercayaan kita. Jika para pemerhati / aktivis lingkungan (envoronmentalist)
memerlukan sebuah kerangka kerja bagaimana nilai-nilai dan kepercayaan tersebut
berdaya guna. Maka adakah yang lebih baik dari kembalinya kita pada upaya
kerjasama dengan kelompok-kelompok internasional dan jaringan-jaringan
masyarakat yang terbesar di dunia? Mengapa kita tidak menoleh kepada peran
agam-agama besar dunia?...” [7]
Keyakinan Martin Palmer untuk
mengembalikan semua masalah dengan pemahaman agama nukan sekedar ide insidental.
Keyakinan pemahaman agama yang baik diharapkkan mampu mengikat semua gejolak
tindakan manusia yang sering berbuat kerusakan dan sewenang-wenang sebagai
predator alam. Nilai-nilai yang terkandung dalam agama memang sangat
mempengaruhi manusia dan paling tidak mampu merubah pola pikir dan pemantik
sikap manusia agar tidak bertindak eksploitatif terhadap alam. Manusia
yang memiliki rasa beragam yang kuat mayoritas sadar bahwa mereka hidup bersama
seluruh ekosystem yang ada dan menyadari bahwa satu sama lain saling
membutuhkan bukan untuk merusak.
David E. Cooper dan Joy A. Palmer (spirit of the environment, 1998) yang
mengkompilasi tulisan belasan sarjana Internasional dari berbagai bidang
seperti filsafat, agama, sains, pendidikan, sastra, antropologi yang kesemuanya
sepakat bahwa wawasan spiritual terhadap alam menjadi sebuah kebutuhan nyata
dalam upaya kita memelihara lingkungan hidup dan menyelamatkan planet bumi.[8]
Wawasan spiritual terhadap alam adalah cara yang paling tepat agar manusia
mampu bersinergi terhadap alam. Disamping manusia membutuhkan alam sebagai
bentuk simbiosis mutualisme, manusia juga memiliki kewajiban untuk
mereboisasi kembali lingkungan alam yang mereka manfaatkan untuk kehidupan.
Sebagaimana wajarnya manusia harus memperbaharui kondisi alam yang mereka
gunakan seperti tumbuhan, pohon, memelihara kebersihan air, tanah, udara dan
lingkungan alam laiannya. Spiritual agama juga sebagai bentuk upaya penyadaran
diri manusia sebagai makhluk Tuhan dan kembai memahami ajaran agama dengan
benar secara teori dan praksis gerakan.
Ajaran agama yang berdasar pada kitab
suci, ajaran Nabi dan kearifan lokal masyarakat, yang mengajak pada
pemeliharaan dan penyelamatan. Lingkungan ajaran ini harus dikampanyekan kepada
manusia sebagai ajakan upaya kasadaran kolektif. Agama menjadi penyembuh nurani
manusia yang sebelumnya penuh dengan sifat tamak seperti eksploitatif
berubah menjadi manusia yang peduli dan penyelamat lingkungan sebagai wujud
dari bagian ekosystem alam.
Islam dan Islah Alam
Sejak awal hadirnya Islam salah
satunya adalah untuk menjinakkan tabiat manusia sebagai predator alam yang
paling berbahaya. Alam sebagai tempat kehidupan semua jenis makhluk telah
dirusak oleh sikap tamak manusia. Bukan berarti manusia dilarang untuk
memanfaatkan kekayaan alam untuk kehidupan. Manusia dipercaya sebagai kilafah
di bumi ini bukan hanya untuk memanfaatkan kekayaan alam namun manusia juga
dituntut untuk menjaga kelestarian alam agar tetap seimbang.
Kamu sekali-kali tidak melihat pada
ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih sesuatu yang tidak seimbang (Al-Mulk : 13). Keseimbangan
alam ini perlu dijaga kelestariannya, karena generasi selanjutnya akan tetap
hidup dengan tenang tanpa adanya kerusakan alam akibat ulah manusia yang
membuat alam menjadi bencana malapetaka. Bencana banjir tanah longsor, polusi
udara, pencemaran air dan bencana alam lain yang menyebabkan manusia mendapat
musibah akibat ulah keserakahan manusia lainnya. Islam sangat menghargai
nilai-nilai yang terkandung dalam etika lingkungan hidup. Islam adalah agama
yang sempurna dan mampu memberikan solusi terkait kehidupan manusia dalam
peranannya membimbing manusia menjaga alam dari kerusakan lingkungan.
“Etika paling sentral yang ingin
ditegakkan Islam adalah kedilan, kemaslahatan, martabat manusia, kesejahteraan
dan kerahmatan semesta. Hujjah al Islam (argumentator Islam) Imam
Al-Ghazali (W 1111M) menyebutkan dalam bukunya yang terkenal “Al-Mustashfa
Fi Ilm al Ushul” bahwa tujuan agama adalah melindungi lima hal : keyakinan
personal (hifz al din), jiwa raga (hifzh al nafs), akal pikiran (hifzh
al aql), keturunan (hifz al nasl) dan kekayaan hak milik (hifzh
al maal). Dan adalah tidak mungkin bahwa manusia dapat hidup dengan baik
dan berkesejahteraan tanpa adanya perlindungan terhadap lingkungan alamnya (hifzh
al bii-ah). Manusia dan lingkungan alam sesungguhnya memiliki hubungan simbiosis-mutualistik,
hubungan saling ketergantungan dan saling memberi”.[9]
Argumen Islam tentang menjaga dan
menegakkan kehidupan sangat jelas bersahabat dengan kelestarian lingkungan
hidup. Islam menjadi agama yang memberi teori dan praktek gerakan penyalamatan
lingkungan hidup secara komprehensif. Islam dengan kelas mengatur bagaimana
manusia menjadi bagian ekosystem yang memperlakukan alam dengan
sebaik-baiknya. Penjelasan Imam Al Gazhali mengenai agama yang
melindungi keyakinan personal, jiwa raga, akal fikiran, keturunan dan kekayaan
hak milik Allah sangat gamblang menjelaskan bahwa Islam benar-benar agama yang
mengatur keberlangsungan ekosystem.
Umat Islam juga memiliki tokoh-tokoh
penting yang sangat concern terhadap problem lingkungan.
Mereka berusaha keras menemukan dan merumuskan hukum-hukum seputar lingkungan
dari al-Quran dan as-Sunnah. Diantaranya
adalah Yusuf al-Qaradawi dan Muhammad Ali Yafie. Kedua
tokoh ini memiliki perhatian yang sangat tinggi pada problematika lingkungan.
Banyak gagasan-gagasan dan ide-ide cerdas yang muncul dari kedua tokoh ini.
Ide-ide tersebut dapat dijadikan solusi praktis bagi umat Islam, termasuk dalam
yang berkaitan dengan masalah lingkungan. Dalam penelitian-penelitiannya, kedua
tokoh ini menggunakan metode tematik. Secara geografis, kedua tokoh ini
terpisah jarak ribuan mil, yakni antara Qatar dan Indonesia.
Yusuf al-Qaradawi berpendapat bahwa Islam memiliki dua aspek dalam
mengelola isu lingkungan, yakni: Pertama, Interkoneksitas
ilmu-ilmu ke-Islaman (ilmu Tauhid, Akhlak, Fiqh, Ushul Fiqh, Ulum al-Quran
dan as-Sunnah) dengan pelestarian lingkungan. Kedua, Solusi teknis, yang meliputi: reboisasi, sanitasi, kebersihan,
kesehatan, pelestarian sumber daya alam, dan lain sebagainya. Yusuf al-Qaradawi telah
menemukan kembali kesempurnaan Islam dalam mencari solusi dengan Islam disetiap
permasalahan yang timbul. Sedangkan Muhammad Ali
Yafie, berpendapat bahwa pelestarian lingkungan dewasa ini dapat dilakukan
dengan dua langkah: Pertama, Kritik terhadap
kesenjangan hidup. Hal ini kita kenal dengan istilah pendekatan moral (Akhlak). Kedua, Mengganti prinsip dasar keenam dalam kehidupan, yakni proteksi
terhadap kehormatan, dengan proteksi terhadap lingkungan.
Kedua tokoh di atas telah menemukan
gagasan cerdas tentang Islam dan lingkungan hidup. Islam sangat menghargai
lingkungan karena manusia hidup tidak akan terlepas dari seluruh ekosystem yang
ada pada lingkungan alam. Manusia harus kembali dengan ajaran-ajaran agama yang
memang sangat menghargai pelestarian lingkungan. Kampanye lingkungan hidup dalam
Islam menjadi bukti bahwa ajaran agama sangat melindungi manusia dan semua
makhluk hidup lainnya dari kepunahan akibat rusaknya keseimbangan alam. Semua
yang telah terkandung dalam ajaran Islam menyadarkan manusia bahwa ilmu yang dimiliki
manusia sangat sedikit dan tidak dapat memberi solusi bagi seluruh kehidupan
makhluk-Nya.
Nabi Menjaga Lingkungan Hidup
Ada beberapa kisah sirah nabawi yang
menjadikan pelajaran bagi kita semua tentang bagaimana nabi sangat peduli
terhadap pelestarian Lingkungan. Nabi mengajak para sahabat untuk menghidupkan
tanah-tanah yang tidak produktif (ihya al mawat). Tanah di atas oleh Nabi
Muhammad dan para sahabat ditanami dengan pohon-pohon dan tanaman yang dapat
bermanfaat untuk penduduk muslim. Menanan pohon tersebut di maksud rosullulah
bukan hanya untuk generasi saat itu tapi memang sebagai kepedulian nabi untuk
generasi di masa depan. Bahkan ada kisah seorang kakek yang menanam pohon,
sedangkan umurnya sudah sangat tua. Kemudian kakek tersebut ditanya oleh
seseorang bagaimana dia mau menanam pohon sedangkan kakek sendiri sudah sangat
tua dan tidak mungkin akan menuai panen. Sang kakekpun menjawab bahwa dia
menanan untuk dinikmati oleh generasi yang akan datang.
Jika tiba waktunya hari kiamat,
sementara ditanganmu ada biji kurma maka tanamlah segera (HR Ahmad). Betapa
Nabi Muhammad sangat peduli terhadap alam walau kiama benar-benar sudah
terjadi. Filosofi kepedulian di atas sudah sangat jelas membuktikan bahwa
ajaran Islam yang diajarkan Nabi Muhammad tidak menginginkan adanya ilegal
loging sehingga menimbulkan pohon tidak ada. Politik nabi dalam lingkungan
hidup sangat mewajibkan manusia untuk peduli dan menanam pohon untuk menjaga
kelestarian lingkungan. Dalam surat Al-A’raaf ayat 56 seperti yang penulis
kutip pada paragraf sebelumnya juga sangat tegas bahwa Allah swt menolak tegak
dan melarang manusia untuk berbuat kerusakan di muka bumi. Dan janganlah kalian
membuat kerusakan di atas muka bumi setelah Allah memperbaikinya (Q.S Al-A’raaf
(7):56).
Pada hadist lain Nabi juga menjelaskan
kepada manusia tentang pahala orang yang menanam tanaman. “Seorang muslim tidak
menanam tanaman lalu kemudian seekor burung, manusia atau binatang memakan dati
tanaman itu melainkan Allah menulis baginya sedekah” (Mutafaqun alaih, lu’lu’
walmarjan, hadist ke 1001). Selain hadist diatas Nabi juga menyampaikan hadist
lain yang sama intinya. “Barang siapa merawat pohon sampai tegak dan berbuah,
maka setiap kali ada yang memakan dari buahnya terhitung sedekah baginya disisi
Allah (HR Ahmad 4, 51,5, 274)
Dengan demikian jelas Islam adalah
agama yang sempurna yang mengurusi dan memberi solusi bagi semua kehiduan di
dunia. Manusia yang menolak dicampurkannya agama dan kehidupan (sekulerisme)
sama saja dengan menolak kebenarat Tuhan sebagai pencipta dan pengatur segala
kehidupan. Ajaran Islam tentang ajakan menjaga lingkungan hidup adalah wujuh
aqidah kita terhadap Islam. Aqidah lingkungan hidup merupakan cara kita manusia
mencari solusi masalah lingkungan dengan ajaran Islam. Kita semua punya
tanggung jawab bersama melestarikan lingkungan untuk keberlangsungan hidup yang
lebih baik.
Daftar Pustaka
Al-Quran Terjemah RI
Al-Hadist
A.Sonny
Keraf, Etika Lingkungan Hidup, Jakarta, Penerbit buku Kompas : 2010
Fachruddin M. Mangunwijaya dkk, Menanam Sebelum
Kiamat : Islam Ekologi dan Gerakan Lingkungan Hidup, Jakarta, Yayasan Obor
Indonesia : 2007
David E. Cooper dan Joy A. Palmer, Spirit Of The
Environment : 1998
[1] Mantan Ketua KAMMI STAIN
Metro Lampung, Penulis di media Cetak dan Online (Radar Lampung, Oke Zone,
Solo Post, Detik.Com, Metro Siantar, Bali Post dll)
[2] Kepentingan manusia
mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting. Bagi teori Antroposentrisme,
etika hanya berlaku bagi manusia. Maka, segala tuntutan mengenai perlunya
kewajiban dan tanggung jawab moral manusia terhadap lingkungan hidup dianggap
sebagai tuntutan yang berlebihan, tidak relevan dan tidak pada tempatnya.
(lihat A. Sonny Keraf , Etika Lingkungan Hidup, 2010)
[3] Manusia yang memangsa
apapun untuk memenuhi kepuasan hidup tanpa menimbang etika lingkungan hidup
[4] Fachruddin M.
Mangunwijaya dkk, Menanam Sebelum Kiamat : Islam Ekologi dan Gerakan
Lingkungan Hidup, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia : 2007 hal 86
[5] A.Sonny Keraf, Etika
Lingkungan Hidup, Jakarta, Penerbit buku Kompas : 2010 hal 30-31)
[6] Fachruddin M.
Mangunwijaya dkk, 0p.cit hal 85
[7] Ibid, hal 88
[8] Ibid, hal 88
[9] Ibid, hal 5-6
0 komentar