KAMMI Part 3

08.10.00

KAMMI DAN KUBANGAN DEMOKRASI
Oleh : DHARMA SETYAWAN
Ketua Komunitas Hijau Lampung
dan Aktifis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)

Sejarah kelahiran KAMMI adalah sejarah yang tidak pernah lepas dari sejarah Reformasi dan tumbangnya rezim orde baru. Orde baru telah mengekang hak-hak sipil untuk melakukan chek and balances dan menyuarakan kebenaran. Maka tuntutan reformasi demokrasi substansial menjadi pilihan rasional dimana Orde baru telah menghegemoni negara dan membuat rakyat terkekang kebebasan sebagai warga negara. Demokrasi orde baru telah lama dijalankan dengan otoriter dan totaliter sehingga demokrasi semu dijalankan 32 tahun.
Demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat yang menggunakannya sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi negara dapat dijamin. Oleh sebab itu, hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu memberikan posisi penting bagi rakyat. Walaupun secara operasional implikasinya diberbagai negara tidak selalu sama.[1] Demokrasi adalah pilihan logis dari sekian pilihan kondisi saat orde baru mengalami transisi menuju reformasi. Dengan adanya demokrasi diharapkan akan muncul aspirasi rakyat dan mampu menghilangkan hegemoni rezim yang telah berkuasa selama berpuluh-puluh tahun (sebagaimana Soekarno 20 tahun dan Soeharto 32 tahun). Dengan dibukanya kebebasan demokrasi bagi rakyat kita berharap tidak ada figur yang lebih kuat dari pada system.
Demokrasi tetap menemukan permasalahannya tanpa ada penguatan kontitusi yang kuat dan mengaspirasikan kepentingan rakyat. Tapi setidaknya kesadaran demokrasi telah membuka hak berpendapat yang telah dibungkam oleh rezim tiran. Demokrasi pun telah membatasi jabatan pemimpin sehingga tidak akan ada lagi tipe kepemimpinan otoriter dan totaliter. Kita juga harus menyadari bahwa demokrasi adalah system yang tidak sempurna. Demokrasi tetap harus dijalankan sesuai dengan relnya dan sesuai dengan konteks Indonesia sebagai negara yang menjunjung etika moral agama. Pilihan Demokrasi saat ini adalah salah satu solusi untuk mengakomodir aspirasi rakyat agar keluar dari pengekangan sebagaimana orde baru berbuat. Dimana rakyat diberikan kesempatan untuk memilih sendiri wakil rakyat dan presiden yang akan mewujudkan harapan-harpan mereka.
Deliar Noer pun menyatakan, Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan  negara, karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat.[2]
Dalam perjalanannya KAMMI yang terlahir bersama semangat reformasi dengan segala kemampuan geraknya terus mengawal eksperimen demokrasi Indonesia, yang berujung pada dua kemungkinan yaitu kegagalan reformasi atau berhasilnya reformasi mewujudkan harapan-harapan rakyat. Demokrasi di era reformasi ini telah sama kita rasakan kebebasan yang begitu luar biasa baik secara bebas kritik pendapat atau kritik dalam bentuk parlemen jalanan. (ekstraparlementer). Di era demokrasi yang terbuka lebar ini KAMMI harus terus memanfaatkanya untuk melakukan kerja-kerja substansi mengawal proses demokrasi. KAMMI harus terus melakukan konsolidasi dan menguatkan system kelembagaan sebagai gerakan yang mampu menjadi perekat semua komponen. KAMMI tidak harus larut dalam euforia demokrasi tapi harus semakin mengokohkan dirinya sebagai gerakan pencerdasan dan bentuk konkret gerakan moral dari mahasiswa. Hal-hal yang perlu dibangun KAMMI antara lain :
Pertama, KAMMI harus terus melakukan ekspansi gerakan dan terus melakukan penetrasi gerakan intelektual mahasiswa agar lebih peka terhadap kesadaran politik dan mampu menjadi aktor perubahan masa depan. Wacana kritis, idealis, ilmiah dan gerakan profetik selalu diperkuat sebagai bagian dari kerja-kerja kebaikan. Memberikan nuansa gerakan profetik adalah upaya untuk mendekatkan agama dalam demokrasi sebagai bagian perlawanan dari ide sekulerisme, leberalisme dan pluralisme yang mengkooptasi agama atas nama demokrasi. Menjadi blue print gerakan demokrasi Islam akan lebih baik dari pada berkiblat pada demokrasi liberal yang telah tertulis dengan sejarah berdarah-darah dinegara asalnya. Memegang teguh nilai Islam menjadi kebutuhan wajib dari gencarnya gerakan a-moral yang mengatasnamakan demokrasi.
Kedua, KAMMI mulai mengawali dirinya menjadi gerakan membumi dan menjauh dari gerakan menara gading atau gerakan elitis. Memasuki ruang kosong masyarakat, berdiskusi dan memperkuat posisi tawar masyarakat dihadapan elit politik. Perlunya membangun sayap gerakan KAMMI sebagaimana rancangan LSO (Lembaga Semi Otonom) harus terlembagakan secara legitimasi untuk mencitrakan KAMMI sebagai gerakan moral ilmiah bukan gerakan anarkis. Sehingga KAMMI akan terbukti sebagai gerakan yang hidup di kampus dan menjadi bagian kehidupan masyarakat. Kerja-kerja pemberdayaan masyarakat dan kerja-kerja gerakan volunter (sukarela) dapat menjadi solusi bagi ruang buntu masyarakat akibat demokrasi elitis yang dilakukan para pelaku politik praktis.
Ketiga, KAMMI harus terus mengembangkan gerakan kadernya dengan aktivitas-aktivitas ilmiah seperti memperkuat gerakan manhaj MANTUBA (manhaj tugas baca) untuk membuka wacana-wacana ilmiah kader. Selain itu KAMMI juga harus memulai gerakan berbasis penelitian terhadap realitas yang terjadi. Selanjutnya adalah aktivitas menulis sebagai hasil dari pemikiran yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Terus melakukan kemampan dialektika dan retorika sebagai umpan aspirasi publik sebagai gerakan kritis terhadap pemangku kebijakan daerah dan nasional. Maka aktivitas membaca, menulis, diskusi dan aksi adalah aktivitas gerakan yang harus terus disinergikan dalam menjawab tantangan gerakan masa depan. Aksi yang harus dilakukan tanpa ada sikap anarkisme sebagai bentuk pertanggungjawaban moral mahasiswa muslim yang terkandung dalam nama “KAMMI”.
KAMMI memang sudah terlanjur terjerembab dalam demokrasi Indonesia yang belum menemukan fatsoennya. Lari dari masalah dan menjadi gerakan separatis radikal bukanlah jawaban dari gerakan muslim yang sehaarusnya memberi jawaban dalam konstruk demokrasi. Tidak ada pilihan selain KAMMI menjaganya dan meluruskan demokrasi agar tidak semakin keluar dari semangat reformasi. KAMMI terus melakukan upaya pencerdasan dan gerakan moral dengan memulai berangkat dari kampus untuk menjaga nalar etika bernegara. Penguatan system kelembagaan demokrasi yang egaliter dan memiliki kontitusi pro rakyat harus terus diperjuangkan. Maka tidak ada kerja-kerja substansi selain gerakan berbasis penelitian dan kerja-jerja ilmiah untuk merubah konstitusi tersebut. Meluruskan kembali tugas-tugas lembaga negara yang berbasis riset ilmiah agar menjadi patokan acuan pengambil kebijakan memenuhi hak-hak rakyat.
KAMMI terus berjuang melakukan chek and balances kepada lembaga negara. Sebagaimana kritik terhadap demokrasi tepat sasaran terhadap kebijakan. Demokrasi harus memberikan dukungan kepada sipil untuk dapat mendapatkan pelayanan dan fasilitas negara yang memberikan dampak signifikan terhadap kehidupan. Birokrasi lembaga negara yang tidak transparan tidak lepas dari kritik aktif sampai pada tingkatan perbaikan konkret. Pelayanan publik prima menjadi hak mutlak bagi masyarakat dan pemerintahan yang korup terus mendapat perlawanan dari civil society. Hasan Al Bana pada pemerintahan mesir saat itupun telah menggambarkan bagaimana lembaga pemerintahan tidak respon terhadap nasib rakyat. Hasan Al Bana mengungkapkan, bahwa Birokrasi dan lembaga negara telah dirusak berbagai ambisi pribadi, kepentingan golongan, buruknya pelayanan, dekadensi moral terlalu sentralistik, birokrasi yang rumit dan budaya yang tidak bertanggungjawab. [3] 
Kondisi ini juga masih terjadi di Indonesia dari orde baru sampai sekarang era reformasi. Ambisi pribadi elit politik telah mencederai reformasi 98’. Pemerintah lebih bekerja untuk kepentingan golongan, pertai hanya diisi oleh oleh orang-orang yang penuh dengan kepentingan kelompok. Dan yang mengerikan mulai tumbuh gaya orde baru yang sentralistik patronase ketokohan dan melemahkan system demokrasi. Pemangku kebijakan mulai bergaya elitis dan hidup dengan gaya kemewahan dengan segala fasilitas yang luar biasa. KAMMI harus terus bergerak melakukan penguatan kelembagaan masyarakat dari kooptasi dan eksploitasi elit politik. Masyarakat harus kuat secara daya tawar terhadap transaksi demokrasi yang semakin liar.







[1] Moh Mahfud MD, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, catatan pertama, Gama Media, Yogyakarta , 1999, hal 8
[2] Deliar Noer, Pengantar ke Pemikiran Politik, cetakan pertama, CV. Rajawali, Jakarta : 1983, hal 207
[3] Hasan Al Bana, Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al –Banna, jilid II, Jakarta, Al-I’tishom, 2006 hal 112

You Might Also Like

0 komentar

Ayo Gabung

SUBSCRIBE NEWSLETTER

Get an email of every new post! We'll never share your address.

Dharma

Dharma
Selamatkan kekayaan Indonesia

Ad Banner

Ad Banner