KAMMI DAN KUBANGAN
DEMOKRASI
Oleh : DHARMA SETYAWAN
Ketua Komunitas Hijau Lampung
dan Aktifis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia (KAMMI)
Sejarah kelahiran KAMMI adalah sejarah
yang tidak pernah lepas dari sejarah Reformasi dan tumbangnya rezim orde baru.
Orde baru telah mengekang hak-hak sipil untuk melakukan chek and balances dan
menyuarakan kebenaran. Maka tuntutan reformasi demokrasi substansial menjadi
pilihan rasional dimana Orde baru telah menghegemoni negara dan membuat rakyat
terkekang kebebasan sebagai warga negara. Demokrasi orde baru telah lama
dijalankan dengan otoriter dan totaliter sehingga demokrasi semu dijalankan 32
tahun.
Demokrasi mempunyai arti penting bagi
masyarakat yang menggunakannya sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk
menentukan sendiri jalannya organisasi negara dapat dijamin. Oleh sebab itu,
hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu
memberikan posisi penting bagi rakyat. Walaupun secara operasional implikasinya
diberbagai negara tidak selalu sama.[1]
Demokrasi adalah pilihan logis dari sekian pilihan kondisi saat orde baru
mengalami transisi menuju reformasi. Dengan adanya demokrasi diharapkan akan muncul
aspirasi rakyat dan mampu menghilangkan hegemoni rezim yang telah berkuasa
selama berpuluh-puluh tahun (sebagaimana Soekarno 20 tahun dan Soeharto 32
tahun). Dengan dibukanya kebebasan demokrasi bagi rakyat kita berharap tidak
ada figur yang lebih kuat dari pada system.
Demokrasi tetap menemukan
permasalahannya tanpa ada penguatan kontitusi yang kuat dan mengaspirasikan
kepentingan rakyat. Tapi setidaknya kesadaran demokrasi telah membuka hak
berpendapat yang telah dibungkam oleh rezim tiran. Demokrasi pun telah
membatasi jabatan pemimpin sehingga tidak akan ada lagi tipe kepemimpinan
otoriter dan totaliter. Kita juga harus menyadari bahwa demokrasi adalah system
yang tidak sempurna. Demokrasi tetap harus dijalankan sesuai dengan relnya dan
sesuai dengan konteks Indonesia sebagai negara yang menjunjung etika moral
agama. Pilihan Demokrasi saat ini adalah salah satu solusi untuk mengakomodir
aspirasi rakyat agar keluar dari pengekangan sebagaimana orde baru berbuat.
Dimana rakyat diberikan kesempatan untuk memilih sendiri wakil rakyat dan
presiden yang akan mewujudkan harapan-harpan mereka.
Deliar Noer pun menyatakan, Demokrasi
sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir
rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya,
termasuk dalam menilai kebijaksanaan
negara, karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat.[2]
Dalam perjalanannya KAMMI yang
terlahir bersama semangat reformasi dengan segala kemampuan geraknya terus
mengawal eksperimen demokrasi Indonesia, yang berujung pada dua kemungkinan
yaitu kegagalan reformasi atau berhasilnya reformasi mewujudkan harapan-harapan
rakyat. Demokrasi di era reformasi ini telah sama kita rasakan kebebasan yang
begitu luar biasa baik secara bebas kritik pendapat atau kritik dalam bentuk
parlemen jalanan. (ekstraparlementer). Di era demokrasi yang terbuka
lebar ini KAMMI harus terus memanfaatkanya untuk melakukan kerja-kerja
substansi mengawal proses demokrasi. KAMMI harus terus melakukan konsolidasi
dan menguatkan system kelembagaan sebagai gerakan yang mampu menjadi perekat
semua komponen. KAMMI tidak harus larut dalam euforia demokrasi tapi
harus semakin mengokohkan dirinya sebagai gerakan pencerdasan dan bentuk
konkret gerakan moral dari mahasiswa. Hal-hal yang perlu dibangun KAMMI antara
lain :
Pertama, KAMMI harus terus melakukan
ekspansi gerakan dan terus melakukan penetrasi gerakan intelektual mahasiswa
agar lebih peka terhadap kesadaran politik dan mampu menjadi aktor perubahan
masa depan. Wacana kritis, idealis, ilmiah dan gerakan profetik selalu
diperkuat sebagai bagian dari kerja-kerja kebaikan. Memberikan nuansa gerakan
profetik adalah upaya untuk mendekatkan agama dalam demokrasi sebagai bagian
perlawanan dari ide sekulerisme, leberalisme dan pluralisme yang
mengkooptasi agama atas nama demokrasi. Menjadi blue print gerakan
demokrasi Islam akan lebih baik dari pada berkiblat pada demokrasi liberal yang
telah tertulis dengan sejarah berdarah-darah dinegara asalnya. Memegang teguh
nilai Islam menjadi kebutuhan wajib dari gencarnya gerakan a-moral yang
mengatasnamakan demokrasi.
Kedua, KAMMI mulai mengawali dirinya
menjadi gerakan membumi dan menjauh dari gerakan menara gading atau gerakan
elitis. Memasuki ruang kosong masyarakat, berdiskusi dan memperkuat posisi
tawar masyarakat dihadapan elit politik. Perlunya membangun sayap gerakan KAMMI
sebagaimana rancangan LSO (Lembaga Semi Otonom) harus terlembagakan secara
legitimasi untuk mencitrakan KAMMI sebagai gerakan moral ilmiah bukan gerakan
anarkis. Sehingga KAMMI akan terbukti sebagai gerakan yang hidup di kampus dan
menjadi bagian kehidupan masyarakat. Kerja-kerja pemberdayaan masyarakat dan
kerja-kerja gerakan volunter (sukarela) dapat menjadi solusi bagi ruang
buntu masyarakat akibat demokrasi elitis yang dilakukan para pelaku politik
praktis.
Ketiga, KAMMI harus terus
mengembangkan gerakan kadernya dengan aktivitas-aktivitas ilmiah seperti
memperkuat gerakan manhaj MANTUBA (manhaj tugas baca) untuk membuka
wacana-wacana ilmiah kader. Selain itu KAMMI juga harus memulai gerakan
berbasis penelitian terhadap realitas yang terjadi. Selanjutnya adalah
aktivitas menulis sebagai hasil dari pemikiran yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. Terus melakukan kemampan dialektika dan retorika sebagai umpan
aspirasi publik sebagai gerakan kritis terhadap pemangku kebijakan daerah dan
nasional. Maka aktivitas membaca, menulis, diskusi dan aksi adalah aktivitas
gerakan yang harus terus disinergikan dalam menjawab tantangan gerakan masa
depan. Aksi yang harus dilakukan tanpa ada sikap anarkisme sebagai bentuk
pertanggungjawaban moral mahasiswa muslim yang terkandung dalam nama “KAMMI”.
KAMMI memang sudah terlanjur terjerembab
dalam demokrasi Indonesia yang belum menemukan fatsoennya. Lari dari masalah
dan menjadi gerakan separatis radikal bukanlah jawaban dari gerakan muslim yang
sehaarusnya memberi jawaban dalam konstruk demokrasi. Tidak ada pilihan selain
KAMMI menjaganya dan meluruskan demokrasi agar tidak semakin keluar dari
semangat reformasi. KAMMI terus melakukan upaya pencerdasan dan gerakan moral
dengan memulai berangkat dari kampus untuk menjaga nalar etika bernegara.
Penguatan system kelembagaan demokrasi yang egaliter dan memiliki kontitusi pro
rakyat harus terus diperjuangkan. Maka tidak ada kerja-kerja substansi selain gerakan
berbasis penelitian dan kerja-jerja ilmiah untuk merubah konstitusi tersebut.
Meluruskan kembali tugas-tugas lembaga negara yang berbasis riset ilmiah agar
menjadi patokan acuan pengambil kebijakan memenuhi hak-hak rakyat.
KAMMI terus berjuang melakukan chek
and balances kepada lembaga negara. Sebagaimana kritik terhadap demokrasi
tepat sasaran terhadap kebijakan. Demokrasi harus memberikan dukungan kepada
sipil untuk dapat mendapatkan pelayanan dan fasilitas negara yang memberikan
dampak signifikan terhadap kehidupan. Birokrasi lembaga negara yang tidak
transparan tidak lepas dari kritik aktif sampai pada tingkatan perbaikan
konkret. Pelayanan publik prima menjadi hak mutlak bagi masyarakat dan
pemerintahan yang korup terus mendapat perlawanan dari civil society. Hasan Al
Bana pada pemerintahan mesir saat itupun telah menggambarkan bagaimana lembaga
pemerintahan tidak respon terhadap nasib rakyat. Hasan Al Bana mengungkapkan,
bahwa Birokrasi dan lembaga negara telah dirusak berbagai ambisi pribadi,
kepentingan golongan, buruknya pelayanan, dekadensi moral terlalu sentralistik,
birokrasi yang rumit dan budaya yang tidak bertanggungjawab. [3]
Kondisi ini juga masih terjadi di
Indonesia dari orde baru sampai sekarang era reformasi. Ambisi pribadi elit
politik telah mencederai reformasi 98’. Pemerintah lebih bekerja untuk
kepentingan golongan, pertai hanya diisi oleh oleh orang-orang yang penuh
dengan kepentingan kelompok. Dan yang mengerikan mulai tumbuh gaya orde baru
yang sentralistik patronase ketokohan dan melemahkan system demokrasi.
Pemangku kebijakan mulai bergaya elitis dan hidup dengan gaya kemewahan dengan
segala fasilitas yang luar biasa. KAMMI harus terus bergerak melakukan
penguatan kelembagaan masyarakat dari kooptasi dan eksploitasi elit politik.
Masyarakat harus kuat secara daya tawar terhadap transaksi demokrasi yang
semakin liar.
[1] Moh Mahfud MD, Hukum
dan Pilar-pilar Demokrasi, catatan pertama, Gama Media, Yogyakarta , 1999,
hal 8
[2] Deliar Noer, Pengantar ke
Pemikiran Politik, cetakan pertama, CV. Rajawali, Jakarta : 1983, hal 207
[3] Hasan Al Bana, Kumpulan
Risalah Dakwah Hasan Al –Banna, jilid II, Jakarta, Al-I’tishom, 2006 hal
112
0 komentar