KAMMI BAGIAN CIVIL SOCIETY
Oleh
: DHARMA SETYAWAN
Ketua Komunitas Hijau Lampung
dan Aktifis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia (KAMMI)
Dalam menguatkan sebuah system
pemerintahan, ada satu hal yang perlu menjadi perhatian penuh bagi gerakan
mahasiswa yaitu kuatnya posisi tawar masysrakat sipil. Sebuah pemerintahan akan
dapat berjalan dengan baik jika tidak ada sebuah system otoriter. Maka peran
negara perlu mendapat kekuatan penyeimbang sebagai pihak yang mampu terus dan
terus melakukan chek and balances. Menguatkan pondasi masyarakat sipil
ditujukan untuk melawan hegemoni lembaga politik dalam sebuah pemerintahan.
Masyarakat sipil yang notabene adalah kelompok plural dan selalu menjadi objek
demokrasi harus mampu mengelola kemandirian posisi tawar sehingga mampu bangkit
untuk menyuarakan aspirasi-aspirasi kebijakan publik yang pro terhadap
kepentingan rakyat.
Pendapat John Locke mengenai masyarakat
sipil adalah menyangkut berbagai gerakan sosial organisasi profesi dan
sebagainya. Maka masyarakat sipil sering dikaitkan dengan sebuah gerakan sosial
independent yang bergerak dalam mengelola basis masyarakat. Gerakan masyarakat
ini lebih identik dengan gerakan non pemerintah seperti NGO (Non Goverment
organization). Dalam konteks Indonesia gerakan masyarakat sipil ini banyak
terbentuk dalam lembaga yang berjuang dalam beberapa fokus agenda, gerakan ini
dapat menyangkut masalah IPOLEKSOSBUDHANKAM (ideologi atau agama, politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan). Selain itu gerakan ini
banyak juga yang tergabung dalam bentuk masyarakat pemantau Korupsi,
Lingkungan, Sumberdaya alam, dan gerakan lainnya. Indonesia sebenarnya sudah memiliki
kekuatan masyarakat sipil yang besar sebelum merdeka yaitu Muhammadiyah dan
Nahdatul Ulama (NU). Kedua organisasi ini cukup membawa sejarah besar dalam
memberikan andil pembangunan sumberdaya manusia dan juga berkontribusi dalam
pembangunan Indonesia. Gerakan Muhammadiyah dan NU meliputi banyak bidang dari
ideologi dengan aktivitas keagaaman, Politik dengan pernah membuat partai
masyumi dan partai NU, Ekonomi dengan Amal Usaha, Sosial dengan menguatkan
struktur masyarakat, Budaya dalam membangkitkan adat dan tata cara beragama,
pertahanan dan keamanan dengan membentuk Kepanduan di tiap wilayah yang terkenal
dengan Kokam dan Banser.
Selain itu banyak tumbuh LSM dan NGO
yang menjadi kekuatan penyeimbang untuk menghadapi arogansi pemerintah dalam
mengelola negara. Sejumlah LSM dan NGO dapat kita lihat seperti ICW (Indonesian
Coruptiont Watch), IPW (Indonesian Police Watch), FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran.), Petisi 28, Formappi (Forum Masyarakat
Peduli Parlemen Indonesia),
Lingkar Madani yang lebih bergerak pada pengawasan kebijakan anggaran
pemerintah. Ada juga gerakan Hak Asasi Manusia (HAM), Lingkungan dan Sumber
Daya Alam (SDA) seperti Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), JATAM (Jaringan
Advokasi Tambang), Kontras (Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan),
Migrant care ( yang bergerak dalam perlindungan TKI yang bekerja di luar
negeri) dan masih banyak lagi kekuatan sipil yang mengokohkan diri menjadi
kekuatan penyeimbang untuk perjuangan rakyat. Selain gerakan diatas gerakan
mahasiswa (HMI, IMM, PMII, KAMMI, GMNI, dan lain-lain) yang juga mengambil
bagian dari gerakan sipil yang bergerak dari kampus untuk melakukan chek and
balances terhadap kebijakan pemerintah.
Tidak ada satupun lembaga yang
memiliki otoritas untuk memaksakan kehendak dan kepentingannya. Berbagai
kebijakan yang hendak dijalani oleh semua komponen negara adalah hasil
kesepakatan bersama melalui proses-proses yang demokratis. Entitas masyarakat
sipil sendiri berfungsi sebagai penyeimbang kekuatan yang berpotensi memaksakan
kehendaknya diruang publik politik.[1]
Ruang demokrasi dibentuk untuk mewujudkan kedaulatan rakyat bukan segelintir
orang. Maka memperkuat basis sipil harus lebih dikedepankan dari pada memperkuat
lembaga politik atau negara yang dapat menghegemoni kebijakan. Dengan
memperkuat basis sipil diharapkan aspirasi rakyat mendapatkan porsi yang lebih
besar dan rakyat menemukan domain gerakan untuk mendapatkan haknya sebagai
warga negara.
Antonio Gramsci membedakan antara
masyarakat politik (political society) dan masyarakat sipil (civil
society). Masyarakat politik diterjemahkan sebagai negara yaitu suatu
wilayah terdapat aparat koersif seperti adanya penjara, pengadilan dan polisi.
Masyarakat politik identik dengan coercive power (kekuasaan memaksa).
Sedangkan masyarakat sipil adalah wilayah dimana negara mengoperasioanlkan
bentuk kekuasaan dengan cara-cara halus, nilai religi, budaya, pendidikan,
politik dan ideologi (hegemoni konsensus). Gramsci melihat negara
bukanlah sebagai tahap final, tetapi sebuah instrumen transisi menuju
masyarakat sipil yang teratur yang terbebas dari negara.
Sedangkan menurut Nurcholish
Majid asas utama konsep masyarakat sipil
adalah kebebasan dan supremasi hukum. Kebebasan tersebut mancakup kebebasan
menyatakan pendapat, berkumpul dan berserikat, hak memberi suara, partisipasi
pemerintah. Prasyarat peran masyarakat adalah keterbukaan politik, kebebasan
yang didapat dari dijaminnya hak-hak sipil dan politik warga negara.
Bentuk pemerintah yang kuat juga akan
menuntut sebuah tatanan masyarakat sipil yang kuat. Entah itu dalam kontribusi
pembangunan atau kontribusi kritik dan saran. Hal ini sangat berkaitan karena
masyarakat sipil yang lemah akan membuat pemerintah menjadi otoriter. Bentuk
tipikal pemerintahan yang otoriter syarat dengan hegemoni, eksploitasi, anti aspirati
dan berwujud tirani. Makan untuk mencegah bentuk pemerintahan seperti diatas
kekuatan masyarakat sipil hadir sebagai penyeimbang negara sebagaimana sipil
muncul dalam gerakan chek and balances. Masyarakat madani (civil
society) yang diinginkan cak Nur adalah masyarakat yang sangat menjunjung
tinggi peradaban. Robert N. Bellah dalam bukunya (Beyond Belief, 1976)
menjelaskan masyarakat madani yang dipimpin Muhammad saw adalah sebuah
masyarakat yang sarat dengan nilai dan moral, maju, beradab serta menghargai
nilai-nilai kemanusiaan. Masyarakat madani zaman Rosulullah adalah bentuk
pemerintahan masyarakat di dunia memiliki konstitusi pertama jauh sebelum
peradaban Yunani lahir yaitu konstitusi “Piagam Madinah”.
Menurut Anwar Ibrahim civil society
sebagai “Al-mujtama’ al-madani” atau masyarakat madani yaitu masyarakat
yang bermoral dan menjamin keseimbangan individu dan stabilitas
masyarakat-masyarakat yang memiliki daya dorong usaha dan inisiatif individual
baik dari segi pemikiran, seni ekonomi dan teknologi. System sosial yang cakap
dan seksama serta pelaksanaan pemerinyahan mengikuti undang-undang dan bukan
nafsu atau keinginan individu menjadikan keterdugaan atau predictability
serta ketulusan atas transparenci sebagai systemnya.
Dengan mendukung kuatnya masyarakat
sipil (civil society) berarti mendukung berjalannya sebuah produksi pemimpin
yang terlahir dari system meritokrasi. Meritokrasi adalah sebuah
proses melahirkan kepemimpinan efektif yang dibangun dari tingkat grassroot
(akar rumput). Pemimpin yang lahir dari system meritokrasi dibentuk dengan
melewati proses tempaan panjang, pengalaman organisasi, kematangan politik dan
jauh dari kepemimpinan prematur. Meritokrasi adalah system yang bertujuan untuk
melahirkan bentuk kepemimpinan yang
mengedepankan kepentingan bangsa bukan kepentingan golongan. Dengan dibangunnya
kekuatan masyarakat sipil maka secara tidak langsung system meritokrasi
akan terstimulan dan terbangun dengan baik. Meritokrasi akan tumbuh
subur dan ini dapat menghindari politik dinasti yang terus bergulir atas garis
keturunan. Meritokrasi akan membuka kebebasan dan memberikan kesempatan
kepada semua lapisan untuk tumbuh mengembangkan kemampuan diri sebagai calon
pemimpin masa depan.
Masyarakat sipil yang kuat akan
menjadi kawahcandradimuka bagi laboraturium kepemimpinan. Dengan kuatnya civil
society diharapkan dapat menghindari sebuah system oligarki politik dari
segelintir elit politik dan mencederai demokrasi yang dibangun. Tatanan civil
society tidak terpaku pada ketokohan individu tapi lebih pada penguatan system
konstitusi. Semangat untuk menguatkan konstitusi dilakukan sebagai landasan gerak
yang akan menjadi bargaining positon (posisi tawar) masyarakat terhadap
negara. Maka sangat rasional bila pemimpin yang terlahir dari rahim civil
society “masyarakat madani” adalah pemimpin yang berkualitas dan teruji
kemampuan kepemimpinan sejak aktif dimasyarakat. Masyarakat yang cerdas akan
melahirkan pemimpin yang cerdas. Menguatkan civil society sangat relevan
dalam membangun demokrasi yang egaliter dan tranparansi.
0 komentar