PRIMORDIAL DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN

06.18.00

Oleh : DHARMA SETYAWAN  
Ketua Komunitas Hijau dan Mahasiswa Ekonomi Islam Sekolah Pascasarjana UGM

Primordial selalu hadir dalam rintih-rintih perdebatan panjang. Selalu tiba dalam gesekan-gesekan pemikiran. Perilaku yang tidak humanis dan tidak seiya dengan golongan umum dipandang sebagai sikap primordial. Hantaman dan stigma primordial itu mudah hadir sebagai bentuk sikap kekanak-kanakan. Primordial pun kemudian laksana kiblat bagi mereka yang membawa misi kelompok daerah, kelompok ideologisnya, tajam menghakimi mayoritas dan selalu anarkis di setiap tragedi. Sikap Primordial juga sering disebut perilaku negatif setiap gerakan, baik individu, golongan bahkan kelompok agama. Perilaku negatif faktanya sering mudah dituduh primordial jika ngotot dengan pendapatnya. Sayang primordial dinilai sebatas itu, primordial dinilai sepihak oleh orang yang terlalu membenci pendapat kelompok yang berbeda dengan pendapat mayoritas. Sialnya lagi cap primordial muncul tanpa melihat pendapat itu baik atau buruk dalam hal maslahat bukan untuk membenarkan kesalahan yang mungkin juga dilakukan mayoritas.

Memandang negatif sikap primordial menjadi tradisi kita semua. Bagi mereka yang terus mengangkat tradisi hanya pada kaumnya, primordial langsung disematkan. Mereka yang selalu menolak pemikiran maju stigma primordial lahir tanpa filter. Mereka yang mewarisi ajaran nenek moyang mereka, yang sebenarnya arif sering disebut primordial. Memandang primordial dalam kacamata negatif pada prinsipnya tidak akan mampu mengubah perilaku sebuah kelompok. Primordial itu bisa jadi sebuah kearifan juga bisa sebuah kekolotan. Mereka yang tidak patuh pada pendapat mayoritas menjadi salah kaprah dan tidak punya nyali untuk menentang. Primordial pun sebenarnya lahir dengan kesepakatan bersama oleh kesepakatan kelompok bukan individu yang menentukan kesepakatan. Maka kita pun bisa salah dan menjadi berfikir primordial manakala ucapan individu yang kita anggap primordial. padahal sebenarnya pendapat individu tersebut bukan kesepakatan kelompoknya. Lebih tepatnya hal itu adalah pendapat kolot individu yang telah merugikan kelompoknya tapi sudah kita hakimi sebagai pendapat primordial kemompok tersebut.

Primordial sebenarnya dapat tumbuh dimanapun, dalam diri kira, dalam keluarga kita, dalam masyarakat kita, dalam agama kita dan dalam negara kita. Namun bisa jadi Primordial adalah local wisdom (kearifan local) yang selama ini terpinggirkan oleh arus modernisme. Primordial akan baik jika si pembawa sikap primordial hadir dalam ruang positif sehingga primordial tidak harus dipandang negatif. Indonesia adalah negara yang sudah letih dipenuhi ruang-ruang primordial. Karena sikap para pendahulu yang membawa primordial suku dan etnis dalam ruang positif, maka Indonesia lahir dan hadir sebagai negara yang diakui.  Primordial mereka manfaatkan menjadi sebuah kekayaan fikir dan menjadi pemantik kebangkitan bersama sebuah bangsa. Sehingga primordial tidak menjadi ancaman tapi menjadi semangat ditengah perbedaan.

Dalam epistimologi, Primordialisme berasal dari kata bahasa Latin primus yang artinya pertama dan ordiri yang artinya tenunan atau ikatan. sehingga Primordialisme adalah sebuah pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya. Kita harus selektif dan menilai secara nurani, mana yang primordial positif dan mana yang primordial negatif. Kita sering terjebak dengan ikut-ikutan memberi stigma primordial pada kelompok yang berbeda dengan mayoritas. Padahal bisa jadi hal tersebut sesuai dengan ajaran baik jika dipandang secara nurani. Dalam banyak kasus kita memandang adat istiadat sebuah daerah yang tidak sama dalam konteks kenegaraan adalah primordial. Sehingga negara menjadi ukuran untuk menentukan mana yang harus dipilih primordialkah atau sikap kemajuan kita berfikir.

Kita sebaiknya mulai berfikir dan memaknai primordial sebagai bentuk kesepakatan kearifan yang lahir dari budaya-budaya baik. Sehingga adat-istiadat kita tidak luntur hanya karena pragmatisme semata. Sudah banyak budaya kita yang kita anggap primordial dan lebih membela budaya negara yang asalnya tidak jelas bahkan dari negara antahbarantah. Maka kita tidak heran jika hari ini primordial yang di stigmakan pada adat istiadat kita menjadi pandangan negatif, dan menjadi boomerang bangsa ini karena malu untuk memakai kembali local wisdom yang negara lain anggap sebagai primordial negatif.
Orang-orang dimasa lalu ternyata lebih mengetahui dan lebih arif bagaimana mereka berinteraksi dengan sesama manusia, dengan binatang dengan lingkungan dan dengan siapapun tanpa kepentingan yang berubah menjadi sosok pemangsa. Pada alam sikap primordial positif sangat perlu kita tumbuhkan mereka yang memandang alam sebagai kawan hidup akan mampu menghargai dengan tidak mengeksploitasi secara berlebih. Nenek moyang telah lama berkawan dengan gajah, orang utan, harimau dan lainnya. Mereka berkawan dengan laut, ikan, tumbuhan, pohon dan memanfaatkannya secara cukup dan tidak berlebih. Mereka ini adalah orang yang menjadikan sikap primordial dengan cara positif bahwa aturan yang muncul dari kepercayaan, adat istiadat harus dijaga untuk kemaslahatan. 

Orang-orang masa kinilah yang telah menerapkan berfikir primordial secara negatif bahkan mereka hadir melembagakan diri sebagai partai politik, negara, bahkan korporasi yang rakus. Mereka menjarah alam ini tanpa menghargai adat istiadat masyarakat yang sudah sejak beratus-ratus tahun mendiami wilayah tersebut dengan sikap primordial positif. Nenek moyang telah hidup rukun beratus-ratus dengan alam tanpa ada bencana banjir, tanah longsor, kerusakan tanah dan hancurnya ekosystem laut. Tapi sejak datangnya manusia yang modern atas nama kemajuan mereka hadir dengan primordial negatif dan merusak segalanya. Sikap eksploitasi yang mendekati sifat predator ini kemudian tidak hanya menghancurkan lingkungan alam tapi juga menghancurkan kehidupan manusia yang sudah sejak lama tinggal tanpa ada bencana seperti hari ini.

Kita harus sadar bahwa sikap modern yang selama ini kita banggakan adalah sikap primitif yang lebih parah dan merupakan wujud sikap primordial negatif yang sebenarnya kejam. Primordial dalam bentuk kesewenang-wenangan, primordial dalam bentuk undang-undang, primordial dalam bentuk regulasi yang penuh kepentingan korporasi dan yang parah primordial untuk menyenangkan negara lain. Kita harus mengakui kebodohan dan ketidak tahuan kita tentang bagaimana dan seperti apa kita harus hidup bersama alam. Kita harus banyak belajar dan menggali kearifan lokan (local wisdom) masyarakat adat kita yang dulu terbukti lebih humanis dan sangat mengerti bagaimana menggunakan sikap primordial secara positif. Bukan hanya dengan retorika dan teori-teori akademis barat yang tidak jelas. Saya kemudian teringat bahwa Ali mengatakan “Annasu a'dau ma jahilu..(manusia itu menjadi musuh terhadap apa yang ia tidak ketahui).

You Might Also Like

0 komentar

Ayo Gabung

SUBSCRIBE NEWSLETTER

Get an email of every new post! We'll never share your address.

Dharma

Dharma
Selamatkan kekayaan Indonesia

Ad Banner

Ad Banner