Oleh
: DHARMA SETYAWAN
Mahasiswa Ekonomi Islam Sekolah Pascasarjana UGM
dan Aktifis di KAMMI
Beberapa hari ini media begitu gencar
menyoroti sikap Fahri Hamzah terkait dengan statement kontroversinya untuk
membubarkan KPK. Fahri Hamzah (FH) yang dikenal sebagai deklarator KAMMI 98’
menjadi perbincangan menarik oleh banyak pihak. Berbagai kecaman juga terlihat
oleh beberapa institusi dari kader Muhammadiyah yang membesarkannya di
pendidikan, anggota parpol internal maupun eksternal, pengamat politik bahkan
beberapa KAMMI Daerah di Indonesia yang mengecam perkataan FH tentang
pembubaran KPK. Sebagai deklarator KAMMI hal ini cukup membuat para kader KAMMI
tersibukkan dengan pembelaan dan kecaman yang di lontarkan baik dari KAMMI
Pusat sampai ke daerah. Sebagaimana pernah terjadi pada 2009 masa kepemimpinan
Rijalul Imam, M.Si, KAMMI pernah mendemo FH karena tindakannya membela polisi
saat terjadi kasus Cicak Vs Buaya. Walaupun di beberapa media juga diungkapkan
beberapa tokoh yang juga sama dengan statement FH dengan mengkritisi KPK yaitu
tokoh seperi Amin Rais dan OC. Kaligis. Kecaman itu pun seakan membuat kader
KAMMI terpecah dalam menentukan pendapat pembelaan terhadap alumni KAMMI atau
sikap negerawan KAMMI tanpa ada pemihakan.
FH memang dikenal dengan politisi yang
sering berapi-api dalam diskusi di forum atau di media. Pembawaannya yang
sangat oratoris menjadikan FH tanpa sadar sudah menjadi perbincangan yang
membuat partainya PKS terpecah dalam menilai ungkapannya. Hal yang juga pernah
terjadi adalah debat yang difasilitasi oleh sebuah media antara Fahri Hamzah
dan Ruhut Sitompul. Sebagai kader KAMMI saya pun tertarik untuk menuliskan pendapat
tentang bagaimana sikap KAMMI terpecah dalam mengambil sikap dan menimbang
setiap situasi politik yang selalu berubah.
Gerakan Mahasiswa Dan Hegemoni
Parpol
Mungkin wacana ini terlalu fulgar
untuk diungkapkan dalam sebuah opini. Namun hegemoni parpol benar-benar terjadi
dalam tubuh gerakan mahasiswa. Dipungkiri atau tidak organisasi mahasiswa besar
seperti HMI, IMM, PMII dan KAMMI tidak dapat terlepas dari hegemoni parpol yang
dilakukan oleh para alumni gerakan mahasiswa. Pada posisi ini alumni yang masuk
dalam partai politik sebenarnya tidak menjadi masalah jika posisinya tidak
mengalami over lapping. Kita bisa melihat para mantan aktivis di masa
lalu menjadi orang yang cukup berpengaruh di beberapa partai politik. Selain FH
sebagai mantan deklarator KAMMI 98’ ada beberapa nama yang juga memiliki citra
buruk bahkan diduga terseret beberapa kasus korupsi. Mantan ketua umum PB
HMI Anas Urbaningrum yang juga ketua
umum partai Demokrat yang tengah menghadapi kasusnya dengan Nazaruddin mantan
bendahara umum Demokrat dan Mantan ketua umum PB PMII Muhaimin Iskandar yang
sekarang menjabat ketua Partai Kebangkitan Bangsa sekaligus Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi sedang tersangkut suap 1,5 miliar.
Pada tingkat kebijakan, para alumni
gerakan mahasiswa yang telah masuk partai politik ini sebenarnya tidak pernah
memberikan intervensi kepada gerakan mahasiswa itu sendiri. Namun dalam
ruang-ruang diskusi dan aktivitas geraknya para alumni tetap dibutuhkan dalam
mendukung gerakan mahasiswa untuk tetap survive. Hal inilah yang kemudian
timbul istilah politik balas budi sadar ataupun tidak sadar. Gerakan
mahasiswa kemudian pada situasi yang pelik tidak berani mengambil resiko,
walaupun banyak anggota gerakan mahasiswa yang menepis anggapan mandulnya
independensi. Namun hal ini cukup terbukti bahwa gerakan mahasiswa menjadi bisu
mengkritik, ketika alumni yang berada di parpol bertingkah di luar kewajaran
bahkan tersandung korupsi.
Beberapa contoh terjadi pada gerakan
mahasiswa seperti HMI, PMII dan KAMMI. Gerakan mahasiswa seperi HMI dan PMII
juga cenderung pasif dan defensif ketika melihat alumninya terseret kasus
korupsi. Seharusnya jika mereka menolak untuk dikatakan telah terhegemoni
partai politik mereka harus berani tampil di depan untuk mendukung KPK mengusut
para alumni mereka yang sudah menjadi anak nakal di politik praktis. Demikian
dengan KAMMI yang timbul kebimbangan terkait dengan FH yang memberikan
statement kontroversi terkait pembubaran KPK yang dianggapnya sebagai lembaga
superbody yang tertutup dan anti keterbukaan. Walaupun sebenarnya ungkapan ini
pernah di lontarkan FH sejak 2009, namun ucapan kali ini menjadi headline utama
dibeberapa media dan berakibat pada citra dirinya yang tidak sepakat dengan
gerak institusi KPK selama ini.
Gerakan Kammi Dan Jalan Ketegasan
Melihat situasi dan kondisi lembaga
negara yang mlempem terhadap pemberantasan korupsi. Wacana FH untuk membubarkan
KPK cukup sebagai cambuk untuk intropeksi lembaga ini agar lebih independent
dan garang dalam pemberantasan korupsi. Jalan kritik oleh FH terhadap prestasi
KPK selama ini juga mesti dipertimbangkan. Namun untuk wacana pembubaran, apa
yang diucapkan FH tentu sangat tidak disukai dan menjadi boomerang bagi partai
PKS dimana posisinya sebagai kader partai. Namun gerakan mahasiswa seperti
KAMMI perlu mengambil sikap terbaik untuk menjaga independensinya dan lebih
mengutamakan rakyat dari pada sekedar individu alumni atau sebuah partai
politik.
Pertama, Dalam banyak kasus KAMMI harus mulai berani
mengambil pelajaran sejarah pahit gerakan mahasiswa seperti HMI dan PMII,
dimana alumni dapat memperburuk citra gerakan di masa depan jika banyak yang
memasuki magnet politik pragtis. Namun hal ini bukan lagi menjadi perdebatan
panjang antara hak alumni berpartai atau tidak berpartai. Namun garis tegas
organisasi yang seharusnya organisasi perlu rumuskan agar alumni kedepan tidak
memalukan gerakan mahasiswa asal dulu dia di tempa. Hal ini menjadi konsekuensi
logis dan gerakan mahasiswa harus mampu berbicara lantang untuk mengambil jalan
kebenaran. Contohnya soal korupsi, gerakan mahasiswa (baca : KAMMI)
semestinya harus berani merumuskan sejak
dini aturan organisasi bahwa alumni yang suatu saat terbukti korupsi harus di
pecat dan dihapus namanya dari daftar keanggotaan organisasi atau alumni
organisasi. Pada kasus FH, KAMMI perlu meniru pimpinan Rijalul Imam, M.Si pada
tahun 2009 yang mendemo dan mengecam FH saat membela kepolisian dan melemahkan peran
KPK.
Kedua, Bahwa kemudian KPK adalah lembaga yang murni
bersih tentu ini kurang tepat. Dan jika KPK benar adanya oknum yang bermain
kasus juga perlu diperiksa lebih dalam, namun bukan berarti harus menjadikan
pendapat FH benar untuk pembubaran KPK. Ide pembubaran ini sangat tidak tepat
di tengah situasi buntu negara ini menghadapi para koruptor dan mandulnya
institusi hukum lain seperti kepolisian dan kejaksaan. Upaya untuk membuat
institusi KPK lebih terbuka dan transparan hal ini lebih penting dari pada membubarkan KPK yang akan menyakiti rakyat
karena masih berharap besar terhadap KPK. KAMMI pun juga perlu mengambil jalan
evaluasi terhadap KPK melihat institusi pemberantasan korupsi ini mengalami
kerapuhan akibat kasus kriminalisasi. Sehingga KAMMI dalam hal ini lebih
membaca nurani rakyat bukan untuk FH sebagai alumni atau KPK sebuah lembaga ad
hoc yang dibentuk untuk memberantas korupsi.
Ketiga, penulis berpendapat bahwa
statemen FH yang condong radikal untuk pembubaran KPK, KAMMI harus tampil
berani untuk bersikap tegas agar KPK diselamatkan dari pelemahan untuk
memberantas korupsi. KAMMI juga harus menolak keras ungkapan FH terkait ide
pembubaran KPK. KAMMI juga perlu mengantisipasi sejak dini dan segera membuat
aturan tegas untuk kader-kader dan alumni di masa depan jika ada yang
tersangkut kasup korupsi agar dipecat dari keanggotaan. Hal ini perlu agar
tidak mengulang sejarah organisasi lain. Untuk kasus FH mungkin masih dapat
ditolelir dan FH perlu menarik ulang ucapan dan meminta maaf tentang ide
pembubaran KPK. Sebagai alumni KAMMI hal ini bukan hal yang rendah tapi sebuah
sikap negarawan, jika melakukan kesalahan dan meminta maaf. Namun juga perlu
digaris bawahi oleh semua pihak bahwa KPK juga perlu mendapat pengawasan
bersama terkait oknum KPK yang juga manusia dan kapanpun bisa tergoda oleh
rayuan koruptor. Mengambil jalan nurani kebenaran akan lebih baik untuk menepis
opini gerakan mahasiswa yang sudah terhegemoni partai politik. Bahwa demokrasi
perlu memberi inspirasi intelektual dan juga sikap seorang demokrat sejati.
Bukan berkutat pada pertengkaran-pertengkaran an sich yang tidak kunjung
usai. Negara ini butuh banyak pemimpin bijaksana sebagai mana Rosul berkata disampaikan Ibnu Mas’ud ‘bertengkar itu semuanya jelek1” (Hadis Riwayat Abu Dawud).
0 komentar