Oleh
: DHARMA SETYAWAN
Ketua Komunitas Hijau /
Mahasiswa Pascasarjana UGM Agama dan Lintas Budaya
Studi Ekonomi Islam
Ibnu Sina pernah mengatakan tanpa
definisi kita tidak akan pernah bisa sampai pada konsep. Proses demokrasi di
Indonesia yang direformasi sejak tumbangnya orde baru belum menemukan masa
depan yang pasti. Dibukanya kran demokrasi sekaligus uji coba otonomi daerah
menjadikan demokrasi bagai pasar yang terisi jajanan politik. Demokrasi yang
sejatinya dibangun untuk mewujudkan hak-hak rakyat telah berubah menjadi
transaksi kotor antar elit politik dan rakyat. Untuk itu konsep demokrasi harus
diperjelas dengan definisi yang benar sehingga diharapkan demokrasi berjalan
sesuai dengan teori dan praktek. Menurut
Deliar Noer, Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi peringatan bahwa
pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai
kehidupannya termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara, karena kebijaksanaan
tersebut menentukan kehidupan rakyat (Deliar Noer, pengantar ke Pemikiran
Politik : 1983)
Walaupun sudah 66 tahun Indonesia
merdeka, demokrasi kita masih terpasung oleh banyak kepentingan pragmatis mulai
dari kepentingan asing, kepentingan elit dan kepentingan individu yang
membangun oligarki untuk mempertahankan status quo. Sampai saat ini Indonesia
belum menemukan demokrasi yang sebenar-benarnya. Pesimisme demokrasi ini tidak
henti-hentinya menyebabkan polemik panjang dalam memaknai demokrasi baik secara
tataran teoritis maupun praksis.
Demokrasi Pasar Bebas
Demokrasi tentu tidak dapat disamakan
dengan pasar bebas, dalam demokrasi tidak mengenal jual beli. Demokrasi adalah
system kontrak sosial antara rakyat dan pemangku negara untuk berjuang memenuhi
keadilan dan hak-hak rakyat. Lebih populernya Abraham Lincoln merumuskan
demokrasi dalam definisi Pemerintah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (Goverment
of the people, by the people and for the people). Sejalan dengan hal
tersebut, Aristoteles meletakkan cetak biru demokrasi konstitusional zaman
modern. Sumbangan Aristoteles yang tertanam di jantung pemikiran demokrasi
yakni hak-hak individu, pemerintahan berdasarkan undang-undang dasar (konstitusi)
dan pentingnya kelas menengah yang besar sebagai tanda berhasilnya demokrasi
mengangkat harkat martabat rakyat dalam kehidupan yang lebih maju.
Namun Demokrasi di Indonesia sampai
hari ini masih tersandra kepentingan berbagai macam golongan. Demokrasi bahkan
hampir sama dengan aktivitas pasar bebas dimana monopoli dilakukan oleh para
pemilik modal. Demokrasi kita tidak ubahnya transaksi gelap antara elit dan
segelintir golongan pragmatis. Demokrasi seperti ini tidak pernah akan mampu
untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bersama. Demokrasi pasar bebas akan
merugikan mayoritas rakyat dan hanya menguntungkan segelintir orang yang nyaman
dengan kemewahan. Fakta yang terjadi semakin menegaskan bahwa praktek buruk
demokrasi Indonesia menjadi rahasia umum telah dipenuhi permainan pasar. Contohnya:
money politik, marketing, citra. politik dagang sapi, jual beli suara dan
istilah lain yang terjadi dalam demokrasi transaksional.
Menghentikan Pasar Demokrasi
Perlu ada kekuatan masif untuk
menghentikan laju pasar demokrasi. Mengembalikan bentuk demokrasi sesuai dengan
teori dan praktek yang benar adalah prasyarat mutlak masa depan yang lebih baik
untuk Indonesia dimasa depan. Demokrasi dangat berbeda dengan system pasar
bebas, pemimpin semestinya dipilih dengan syarat-syarat yang diatur dan
terukur. Pemimpin dipilih bukan dengan cara jual beli, tetapi harus berdasar
atas kualitas, kredebilitas dan akuntabilitas. Demokrasi pasca reformasi yang
sudah berjalan pada gelombang kedua masih menyisakan permasalahan mendalam
terkait praktek money politik dalam demokrasi.
Pertama, perlu ada regulasi yang tegas
untuk menghentikan laju uang sebagai bentuk money politik dalam pemilu yang
dilaksanakan. Regulasi yang strategis dibutuhkan untuk menghentikan transaksi
gelap antara elit dan rakyat yang pragmatis. Regulasi ini akan membersihkan
instrumen partai politik dari sumber dana yang tidak transparan hasil dari
kongkalikong dengan pengusaha gelap. Regulasi yang dibentuk juga harus
menyangkut hukuman berat bagi elit dan lembaga politik yang terbukti melakukan
money politik.
Kedua, perlu ada dorongan dari para
intelektual organik dan aktivis volunter yang terdiri dari kalangan agamawan,
akademisi, gerakan ormas dan mahasiswa. Dorongan mereka dapat dilakukan dengan
desakan kuat pada penentu kebijakan baik parlemen nasioanal maupun daerah. Para
intelektual organik dan aktivis ini juga perlu melakukan preasure group untuk tidak
ada alasan lagi penolakan dalam membenahi demokrasi yang berperilaku pasar.
Ketiga, tuntutan pendidikan politik
sangat fundamental diperlukan dimana wilayah politik adalah ruang pendidikan
untuk para pejuang bukan untuk para pencari kekayaan. Jalan politik adalah
jalan para pahlawan yang rela mengorbankan dirinya untuk kepentingan umum.
Logikanya jika ada pemimpin yang bermewah-mewah diantara rakyat yang mayoritas
miskin maka pendidikan politik dimasa depan akan menjawab bahwa pemimpin yang
demikian telah disorientasi dalam tujuan politik. Pendidikan politik adalah
pendidikan penyadaran tentang keutamaan pengorbanan, bukan mencari keuntungan
individu atau golongan. Sebagaimana Socrates mengatakan tugas utama negara
adalah mendidik warga negara dalam keutamaan (arete) dan menyerukan Gnooti
Seauton (kenalilah dirimu).
0 komentar