Oleh : Dharma Setyawan
Pengurus Pusat KAMMI
2013-2015, Alumnus S2 UGM
“Ketika
kita membuat cahaya
kita bersinar,
kita membuat orang lain melakukan hal yang sama. Ketika kita terbebas dari
ketakutan kita, kehadiran kita membebaskan orang lain.” (Nelson
Mandela)
Dalam
hidup ini ada yang lebih kita rindui dari sekedar kejayaan. Mengingat
perjuangan orang-orang besar, tentang perjuangannya, pengorbanannya,
pemikirannya dan semua tinta sejarah yang tertulis untuknya. Lebih dari itu,
tentang ‘humanisme’ menyadarkan kita akan nilai pengorbanan, nilai kemanusiaan
dan nilai luhur nurani memandang benci menjadi cinta. Sosok Humanisme mengajari
kita untuk terus merawat kebaikan. Sosok tersebut, dengan individu-nya yang
lemah dia mengajak orang lain untuk kuat. Dengan individunya yang terbatas dia
mengajak kita semua untuk melampaui diri lebih dari optimisme. Orang-orang yang
memiliki pemikiran dan perjuangan besar seperti ini memberikan semangat untuk
maju sepayah apapun perjuangan itu.
Nelson
Rolihlahla Mandela lahir di Mvezo, Afrika Selatan, 18 Juli 1918. Tokoh besar
abad ini yang menorehkan perjuangan persamaan kelas, melawan politik “apartheid” kini telah tutup usia.
Banyak buku, film, cerita yang telah menggambarkan narasi besar perjuangan
Mandela. Tokoh yang berumur 95 tahun ini meninggalkan dunia dengan pesona
kemanusiaannya. Terpilih menjadi presiden tahun 1994 dan 1999 sebagai presiden pertama
terpilih dari golongan kulit hitam di Afrika Selatan. Nelson Mandela mendapat novel
perdamaian pada tahun 1993. Perjuangan Mandela dalam penolakan terhadap politik
‘apartheid’ dianggap saat itu sebagai
sesuatu yang mustahil. Perjuangan yang jelas melawan Undang-undang yang di atur
oleh negara saat itu. Perlawanan Mandela jelas melawan konstitusi yang sah, dimana
perlawanan terhadap Undang-undang yang meminggirkan hak-hak warga kulit hitam
dalam mendapatkan fasilitas pendidikan, kesehatan dan fasilitas lainnya. Pada
akhirnya Perjuangan Mandela yang menginginkan kesetaraan kulit hitam dan putih
menjadikan Mandela mendapat lebih dari 250 pernghargaan dari kalangan
Internasional.
Mandela
di Penjara selama 27 tahun dengan tuduhan konspirasi. Di tangah penjara itu
nilai-nilai humanisme tetap Mandela junjung sebagai sosok yang konsisten menebar
damai. Di dalam penjara setiap hari disiksa dengan sangat keji. Kisah Mandela
adalah kisah seorang manusia biasa yang mengajarkan semua orang untuk yakin
dengan nilai-nilai kemanusiaan. Di Penjara itu Mandela berulang kali tubuhnya di
tanam di dalam tanah. Tubuhnya dibiarkan diam dan kepalanya disengat matahari
yang panas. Dengan sisa kepala yang lemah tersebut seorang sipir penjara
mengencingi kepala Mandela. Tanpa caci maki bahkan tanpa kebencian Mandela
tidak melihat hal itu sebagai permusuhan yang akut. Mandela yakin bahwa
bangsanya hanya belum memiliki kesadaran untuk bersatu. Mandela telah mengerti
bahwa sipir ini adalah orang pribumi yang takut akan rezim kulit putih. Sipir
penjara hanyalah segelintir orang yang takut untuk berteriak setara terhadap
kulit putih.
Selepas
dari penjara dan mulai berjuang dalam politik. Dengan keyakinan kuat Mandela
berbicara dari podium ke podium. Mandela merebut hati rakyat dengan kata-katanya
yang optimis. Mandela tidak saja berdiri dalam satu golongan tapi Mandela
berteriak untuk kekuasaan dunia yang harus memberi keadilan kepada siapapun. Mandela
sadar bukan dengan kebencian untuk mengalahkan politik apartheid. Mandela meyakinkan ke rakyat bahwa perlawanan kulit
hitam bukanlah untuk mengusir kulit putih dari bumi Afrika Selatan. Mandela
mengajak semua golongan baik kulit hitam dan putih untuk hidup setara membangun
Afrika Selatan. "Kami,
rakyat Afrika Selatan, menyatakan kepada seluruh negeri dan dunia: Bahwa Afrika
Selatan adalah milik semua orang yang tinggal di dalamnya, hitam dan putih, dan
tak satu pemerintahan pun yang dapat mengklaim kekuasaan kecuali berdasarkan
keinginan rakyat."(Kalimat pembuka Piagam Kebebasan)
Setelah
menjadi presiden, Mandela mengunjungi penjara yang pernah menyiksa 27 tahun
lamanya. Di carinya sipir yang pernah mengencingi kepalanya dengan tubuh
tertanam di tanah. Mendengar dipanggil Mandela yang telah diangkat sebagai
seorang presiden, sipir itu menggigil ketakutan. Sipir sudah pasrah dengan
balasan yang akan diberikan oleh Mandela atas apa yang dilakukannya saat di
penjara. Tanpa disangka Mandela langsung menjabat tangan sang Sipir dan
mengajak duduk di sampingnya. Mandela kemudian berucap,”Mulai sekarang tidak ada lagi kebencian, mari kita bangun negara ini
dengan cinta dan perjuangan”. Sipir meneteskan air mata dengan semua
kesalahan yang pernah dilakukannya.
Begitulah
Mandela terus melegenda sampai di usia tua, Mandela tetap bertahan ditengah
kebencian ras yang melanda bangsa Afrika Selatan. Beberapa kali menjalani
perawatan atas sakit paru-paru yang dideritanya, Mandela tetap menginspirasi
semua orang. Kekuatan perekat Mandela setara dengan Mahatma Gandi, Soekarno, M.
Hatta, Jawaharlal Nehru, Fidel Castro, dan tokoh lainnya yang gagah membangun
optimisme kepada rakyatnya. Mandela adalah ‘Bapak
Bangsa’ sekaligus pendiri demokrasi di Afrika Selatan. Mandela sadar
walaupun pemikirannya sangat di pengaruhi oleh ide-ide ‘komunis’ tapi dirinya
mampu menampilkan diri sebagai seorang demokrat yang sosialis. Mandela memegang
keyakinan bahwa keterlibatan, pertanggungjawaban, dan kebebasan berbicara adalah
dasar-dasar demokrasi dan didorong oleh kepercayaan akan hak alami dan hak
asasi manusia.
Mandela
berjuang tidak untuk me-menang-kan ‘dirinya’ tapi me-menang-kan ‘semua orang’.
Mandela telah memenangkan seluruh golongan Afrika Selatan. Dengan pengalaman
politik berpuluh-puluh tahun itu, ditengah kebencian golongan yang terus saling
menegasikan, Mandela berhasil memberi jaminan kebebasan bagi siapapun. Jauh
sebelum Amerika Serikat memiliki presiden berkulit hitam, Afrika Selatan oleh
Nelson Mandela, dunia diajarkan untuk menghargai ras kulit dengan jalan
demokrasi damai.
"Dengan
cara yang belum pernah kupahami sebelumnya, aku menyadari peran yang kumainkan
di pengadilan dan kemungkinan di hadapanku selaku terdakwa. Aku adalah simbol
keadilan di pengadilan para penindas, perwakilan ide-ide agung kebebasan,
keadilan, demokrasi di dalam masyarakat yang memandang rendah nilai-nilai
tersebut. Aku kemudian sadar dan di sanalah aku dapat melanjutkan perjuangan
meski berada di benteng musuh."(Mandela, 1994). Dunia telah kehilangan
tokoh lembut, yang dilahirkan oleh zaman yang sangat keras. Kepergian Nelson
Mandela setara dengan rakyat Indonesia yang berduka atas kepergian tokoh
proklamator Indonesia yaitu Bung Karno
dan Bung Hatta. Rakyat dengan suara hatinya begitu mencintai dan menghormati
jasa-jasa perjuangan mereka. Begitupun rakyat Afrika Selatan hari ini, terus
akan mengenang Nelson Mandela sebagai tokoh “humanisme” besar abad ini. Selamat Jalan Mandela! selamat jalan Madiba!
0 komentar