(Kado Milad ke 15 Tahun KAMMI 29 Maret 2013)
Oleh
Dharma Setyawan
Mahasiswa S2 UGM dan Pegiat Forum Kultural KAMMI
15 Tahun yang lalu
29 Maret 1988 Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia di deklarasikan di
Malang. Umur 15 tahun KAMMI mengalami dinamika ideologi pemikiran terutama
sikap fundamentalisme yang ter-stigma di tubuh organisasi ini. Menarik atas apa
yang ditulis Yusuf Maulana (Pendiri KAMMI Yogyakarta) tentang pengantar pijakan
menuju Fundamentalisme Rasional. Teori ini dimunculkan oleh Murad
Wilfried Hoffman (seorang mualaf asal Jerman). Hoffman membedakan dua jenis
fundamentalisme. Pertama, Fundamentalisem Literer adalah secara
eksklusif menetapkan susunan kata-kata
asli dari sumbernya. Fundamentalisme literer tidak bermaksud melakukan
konstruksi. Kedua, Fundamentalisme Rasional adalah berusaha untuk
kembali kepada sumbernya tanpa batasan-batasan metodis.
Tokoh Fundamentalisme
literer disini diantaranya Syaikh Wali Allah, Muhammad Ibn ‘Abdul
Wahhab, Muhammad Ibn ‘Ali As-Sanusi, Ikhwan al Muslimin dan
Jamaat-Islami. Sedangkan tokoh Fundamentalisme Rasional Muhammad Abduh,
M Rasyd Ridha, Syaikh Ibn Badis, Al-Ibrahimi dan Muhammad Asad.
Yusuf Maulana mencoba membuka tabir KAMMI yang saat ini masih ekstrim pada titik
Fundamentalisme Literer. Walaupun dalam pandangan penulis saat ini tidak
semua kader KAMMI kategori dalam Fundamentalisme
literer.
Fundamentalisme
Rasional merupakan jalan tengah,
moderasi, dari praktik ekstrim literer dan juga substansialisme literer. Satu
sisi pemahaman ke-Islaman terjebak pada teks-teks sehingga melahirkan apologi
yang berlebihan. Disisi lain pemahaman yang mengedepankan aspek substantif dari
ke-Islaman juga bukannya tanpa persoalan. Pada titik ekstrimnya, pemahaman
terakhir ini malah melahirkan anarkisme : mengapriorikan bahkan mangapatisi
teks-teks sumber Islam.(Yusuf Maulana, 2008)
Pada posisi ini
tidak mudah, Fundamentalisme rasional cenderung dicurigai karena tidak
mengindahkan kaidah-kaidah ke-Islaman dalam bentuk teks. KAMMI akhirnya menjadi
terjebak dalam mazhab dan tafisr yang menyeret pada perbedaan cara pandang
bukan menampilkan dialektika substansi. Yang dihadapi KAMMI sama persis dengan
apa yang menjadi perilaku KH Ahmad Dahlan tentang Legenda al-Maun
dengan pengembangan Islam model protestan.(Abdul Munir Mulkhan, Kiai Ahmad
Dahlan, Jejak pembaharuan Sosial dan
Kemanusiaan, 2010) Pada saat itu
terlihat KH Ahmad Dahlan dikafirkan karena menggabungkan tradisi dengan
modernisme. Seperti mengajar dengan bangku-bangku, padahal kaum Islam saat itu
menggunakan metode surau (pesantren). KH Ahmad Dahlan membangun Penolong
Kesengsaraan Oemoem (PKO) (sekarang Rumah Sakit Muhammadiyah Yogyakarta)
dengan menggandeng dokter-dokter dari Belanda. Stigma Kiai Kafir kemudian
muncul oleh para Kiai lain lain saat itu (Fundamentelisme leterer).
Fundamentalisme
Rasional mengingini aplikasi
Islam tidak tercerabut dari akar tradisional, namun tidak terjebak pada aspek
bernostalgia. Sehingga bila KAMMI ingin menjadikannya sebagai budaya organisasi,
maka aktivitasnya harus berani memerluaskan pemahaman tentang sejarah. Sejarah
tidak hanya tentang aspek normatif sebagaimana banyak dijalankan sekarang ini
oleh aktivitas KAMMI. Sejarah juga harus disadari sebagai persolan kemanusiaan,
sehingga bisa membaca masa lalu tidak sebagai fakta yang sakral. Dari sini
diharapkan timbul etos untuk proporsional meletakkan sejarah dan mengaprasiasi
sejarah.(Yusuf Maulana, 2008)
KAMMI harus
menyadari dirinya adalah bagian dari pembentukan fase sejarah dimana metamorfosis
gerakan itu akan muncul sesuai dengan tantangan zamannya. KAMMI menyadari
sejarah bahwa gerakan Islam sebelumnya telah ikut andil membangun karakter
KAMMI yang saat ini ada. Mulai kesadaran eksistensi Jong Islamiten Bond
(JIB) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang pernah militan di Indonesia.
Wawasan sejarah ini memunculkan perilaku yang rasional dan tidak a-historis.
KAMMI yang a-historis menafikan peran gerakan Indonesia dan mengira bahwa
Ikhwanul Muslimin adalah gerakan yang pas dan diterapkan hegemonik di tubuh
KAMMI.
Rasionalisasi
perilaku hidup dapat disimak pada upaya re-interprestasi
doktrin ke-Islaman agar sejalan dengan aspirasi dunia modern yang
bernapaskan pada rasionalitas dan kemajuan. Islam dan kemajuan
di-rekonsiliasikan.(Abdul Munir Mulkhan, 2010). Yusuf Maulana menegaskan di
pengantarnya bahwa, Fundamentalisme-Rasional menjadi salah satu tawaran
agar kekosongan dalam tradisi intelektual direkatkan lagi ke dalam sebuah
budaya organisai. Fundamentalisme-Rasional bukanlah sebuah dekonstruksi nilai
lama, melainkan rekonstruksi agar pemahaman keislaman KAMMI makin berilmu,
makin sadar zaman, makin holistik, makin kosmopolit, makin adaptif, tidak
apriori, tidak apologi dan seharusnya kritis.(Yusuf Maulana, 2008)
Berintelektual di
KAMMI adalah rasional substansi. Orientasi struktur KAMMI tidak digunakan untuk
mendukung demokrasi pada wilayah suara. Vox Vovuli Vox Dei (suara rakyat
adalah suara Tuhan) tidak begitu saja diterima tetapi dibangun atas kesadaran
bersama mencari pemimpin yang benar-benar substansi. Bukan tugas KAMMI untuk
mendukung calon-calon di Pemilu, tapi membawa arus kritis sehingga bersikap
pada bentuk pencerdasan bersama menuju demokrasi yang egaliter yaitu terbuka
dan mengarah pada reformasi pelayanan publik. KAMMI dan kesadaran kritis akan
menyadari dirinya adalah entitas perubahan, kumpulan pemuda yang genial
intelektualnya, progresif gerakan massa-nya, gerakan yang kritis pada porsi
menuntut kebijakan, mendekat dalam nadi rakyat, dan tidak merapat dalam arena
kekuasaan. Kesadaran KAMMI sebagai gerakan politik ekstraperlementer adalah
entitas pemuda yang memberi pencerahan ke masyarakat tentang pilihan-pilihan
logis yang rasional atas demokrasi yang semakin anti-klimaks ini. Jika KAMMI tidak adil dalam pemikiran maka KAMMI
tidak adil dalam perbuatan.
Usia 15 Tahun KAMMI
diharapkan mampu membawa KAMMI dalam kerja-kerja militan namun rasional. KAMMI
jangan sampai menjadi organisasi melangit tentang Khilafah tapi tidak membumi
dalam realitas demokrasi. Organisasi KAMMI adalah organisasi yang mampu
mensenyawakan perjuangan rill negara yaitu merasionalkan Islam dan demokrasi.
KAMMI meyakini bahwa Pancasila tidak berbenturan dengan Islam, karena Pancasila
di gali oleh Founding Fathers dari ajaran-ajaran Islam. Sila pertama tentang Tauhid (ketuhanan), sila kedua tentang Insan (kemanusiaan), sila Ketiga Ukhuwah (persatuan/persaudaraan), sila
ke empat Musyawarah
(syurokrasi/demokrasi) dan ke lima tentang al-adhalah
(keadilan). Selamat Milad untuk KAMMI, tetap bergerak tuntaskan perubahan!
0 komentar