(Memperingati 100 tahun Muhammadiyah)
Oleh : DHARMA SETYAWAN
Mahasiswa S2 UGM/
Majelis Pemberdayaan Masyarakat
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Metro Lampung
Dharma Setyawan |
Soal ekonomi Muhammadiyah memiliki
amal usaha yang sangat kohesif dengan kemajuan Indonesia. 100 Tahun umur
organisasi Islam ini, telah dipenuhi dengan sejarah panjang semangat membangun
Islam modernisme. Bagian dari gerakan Islam yang berdiri 18 November 1912 ini
penuh dengan narasi ekonomi yang visioner. Maka Deliar Noer menempatkan
Muhammadiyah sebagai bagian dari gerakan modernisme Islam di Indonesia.
Muhammadiyah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mengadakan rapat dan
tabligh membicarakan masalah Islam, mendirikan wakaf dan masjid-masjid serta
menerbitkan buku-buku, brosur-brosur, surat-surat kabar dan majalah-majalah.
(Deliar Noer : 1980 : 84).
Al-Ma’unisme dan AUM
Muhammadiyah semakin menarik dengan
legenda gerakan Al-Ma’un yang digagas
langsung oleh founding father-nya Muhammad Darwis alias Ahmad Dahlan. Selain sebagai
seorang Khatib di Masjid Sultan, Ahmad
Dahlan juga seorang pedagang batik. Dengan berbagai tokoh pedagang Muslim lainnya
Ahmad Dahlan memberikan bantuan kepada fakir miskin dengan mengumpulkan dana
dan pakaian untuk mereka. Perspektif pembangunan karakter Ekonomi sudah
terlihat sejak Muhammadiyah peduli dengan fenomena sosial ekonomi yaitu kemiskinan.
Gerakan Organisasi keagamaan menjadi ciri strategis Muhammadiyah membangun
kerja-kerja ekonominya.
Setelah berjalan 1 Abad kini
Muhammadiyah talah memiliki amal usaha Muhammadiyah (AUM) yang sangat
signifikan jumlah dan nilainya. Menurut data AUM, organisasi ini memiliki amal
usaha diantaranya ;TK/TPQ 4.623, Sekolah Dasar (SD)/MI 2.604, Sekolah Menengah
Pertama (SMP)/MTs 1.772, Sekolah Menengah Atas (SMA)/SMK/MA 1.143, Pondok
Pesantren 67, Jumlah total Perguruan tinggi Muhammadiyah 172, Rumah Sakit,
Rumah Bersalin, BKIA, BP, dan lainnya 457, Panti Asuhan, Santunan, Asuhan
Keluarga, 318, Panti jompo 54, Rehabilitasi Cacat 82, Sekolah Luar Biasa (SLB) 71,
Masjid 6.118, Musholla 5.080, Tanah 20.945.504 M². (www.muhammadiyah.or.id)
Muhammadiyah telah menjadi Sang Pemula
tentang pemberdayaan ekonomi masyarakat jauh sebelum Indonesia berdiri. Tidak
menafikan peran organisasi lain seperi Serikat Islam, Nahdatul Ulama (NU),
Persis dan lainnya, Muhammadiyah dengan amal usahanya adalah gambaran riil
kerja-kerja memperjuangkan dan mengisi kemerdekaan. Pemerintah Indonesia dan
Muhammadiyah ibarat sparing patner
dalam perjuangan welfare-state dan civil society. Meminjam istilah Prof.
Abdul Munir Mulkhan bahwa spirit welas
asih Ahmad Dahlan sejak awal mencontohkan diri bagaimana menjadi pribadi
muslim yang solutif dan peduli terhadap permasalahan Umat. Ahmad Dahlan
merupakan sosok penggerak modernisme Islam yang yang menafsirkan Al-Ma’un (barang berguna) menjadi dasar
amalnya berupa rumah sakit, panti asuhan, rumah jompo, rumah miskin dan
berbagai aksi sosial seluruhnya diperuntukkan bagi kaum duafa. (Abdul Munir
Mulkhan, Mahabbah Etika Welas-Asih Kiai
Dahlan : 2010)
Menghadang Arah Kapitalis?
Setelah 1 abad berdiri Muhammadiyah
tidak boleh stagnan pada pencapaian kinerja saat ini. Muhammadiyah perlu re-identifikasi perannya dalam membangun
keagamaanya dalam ruang indonesinis. Tanpa harus merasa senior Muhammadiyah di
tuntut untuk berilmu padi semakin berisi semakin merunduk berkorban untuk
Indonesia. Muhammadiyah juga perlu menjawab welas
asih kontemporer-nya sebagaimana Ahmad Dahlan dan kawan-kawan peduli wong cilik. Muhammadiyah perlu menolak tua dan
mengembalikan semangat mudanya. Banyaknya Amal Usaha Muhammadiyah menjadi
penting bahwa Muhammadiyah memiliki instrument untuk menggerakkan rakyat keluar
dari riuh kemiskinan.
Tidak hanya dalam ekonomi,
Muhammmadiyah telah mengecap pahit dan manis bermesraan dengan politik orde
lama, orde baru dan reformasi. Dalam ruang padat masalah Indonesia yang kian
rumit, Muhammadiyah tidak mungkin berjibaku sendirian, Memesrai organ lain
dalam praksis gerak melintasi zaman, bukanlah tuntutan tapi kesetiakawanan
Muhammadiyah untuk akomodatif terhadap simbol-simbol pluralitas. Jika dulu
Muhammadiyah dikenal dengan Islam Puritan (purifikasi),
kini Muhammadiyah telah berwajah pluralis
sebagai bentuk polarisasi gerakan yang tidak lagi monolitik. Maka Muhammadiyah telah sadar tidak akan menjadi monolitik menyangkut persoalan bangsa
dan kenegaraan. Keberpihakannya pada satu sikap monolitik menjebak Muhammadiyah
pada satu aspek kebingungannya mengisi ruang publik politik, ekonomi dan
kebudayaan. Sehingga stigma Masyumi-isme, PAN-isme dan lainnya adalah bunuh
diri secara internal. Jalan High Politik
adalah pilihan untuk tidak bertarung dalam kebodohan demokrasi.
Muhammadiyah secara sadar juga tidak
perlu menafikan perannya menjadi bagian dari gerakan Pan_Islamisme (gerakan pembaharuan Islam) dunia. Gagasan-gagasan
reformis Islam dunia seperti Jamal al-Din
al-Afghani (w. 1897), Muhammad Abduh
(w.1905) dan Muhammad Rasyid Ridha
(w.1935) harus diingat sebagai perlawanan kolonialisme kontemporer yaitu kolonialisme
ekonomi (neoliberalisme economics). Tanpa
mewajahkan diri sebagai gerakan fundamentalis,
Muhammdiyah tidak hanya membangun gerakan modernis
tapi juga moderat. Sebagaimana
Kuntowijoyo sebut, moderat-isme dapat
dipahami dalam dua makna. Pertama, bahwa
Islam adalah sebuah agama yang selalu menekankan posisi diantara dua posisi
ekstrem; dan kedua, bahwa Islam
menggabungkan dua kerangka konseptual yang berseberangan. (Kuntowijoyo : 1997)
Demikian dengan peran Muhammadiyah
menampilkan gerak ekonomi, Muhammadiyah harus menegaskan diri pada sikap Islam
yang otentik menghargai kapitalis (tanpa
isme) dan sosialis (tanpa isme) serta tidak mengamini pada titik paling
ekstrem. Sebagaimana pribadi Muhammad sebagai sosok Islam yang memiliki
semangat wirausaha (kapitalis) namun juga bersikap filantropi (sosialis). Amal
Usaha Muhammadiyah yang telah terbangun demikian besar jangan sampai mengarah
pada bentuknya yang ekstrim kapitalis. Lembaga Pendidikan, Kesehatan Muhammadiyah disamping berkualitas semestinya
juga murah dan terjangkau. Pola subsidi dengan LazisMuhammadiyah perlu
bersinergi agar pelayanan umat terus berjalan sebagaimana etika welas asih sosialis Ahmad
Dahlan.
Konsep Muhammadiyah mendukung Koperasi dalam pembangunan system keuangan mikro harus terus
dibangkitkan sebagai bentuk perlawanan terhadap Bank-Bank nasional yang kini sebagian
saham telah dimiliki asing. Dengan adanya koperasi tersebut, Muhammadiyah akan
mampu memecah modal nasional yang kini perlahan dihisab oleh pihak asing lewat
Bank konvensional. Jika saham bank nasional telah di kuasai, jangan salahkan
asing yang mampu mengumpulkan modal keuangan nasional itu untuk di arahkan ke
investasi karet dan sawit di Sumatra dan Kalimantan. Sehingga asing-lah yang cerdas memanfaatkan
tabungan rakyat itu untuk dikelola dimasa depan. Jika hal ini terjadi
Muhammadiyah perlu mendengar kembali kritik yang pernah dilontarkan almarhum
Kuntowijoyo kepada para penggerak Muhammadiyah. Bahwa Muhammadiyah perlu
memproduksi kader bukan hanya para Kiayi Begawan tapi juga Kiayi pedagang
sebagaimana awal Muhammdiyah berdiri. Selamat Milad 100 tahun Muhammadiyah,
tolak Kapitalis ekstrem!
0 komentar