Oleh : DHARMA SETYAWAN
Mahasiswa
Sekolah Pascasarjana
Universitas
Gadjah Mada
Nasionalisme menjadi perdebatan panjang sebuah kehidupan
masyarakat bernegara. Islam lebih-lebih tidak hanya memiliki sikap nasionalisme
tapi dengan ide khilafah jelas mengandung sikap internasionalisme. Mengupas
habis tentang Nasionalisme faktanya lebih pada upaya saling curiga antar
kelompok kepentingan untuk membawa gerbong Negara pada upaya memperjuangkan
kepentingan nasional. Sejak itu agama, etnis, ras, suku menjadi bagian yang
terusik manakala kata “nasionalisme” menyemburat kepermukaan dan mengganggu nilai-nilai
yang mereka anut. Pasca itu munculah stigma primordial bagi kelompok yang masih
mempertahankan kepentingan golongan tersebut di atas kepentingan nasional. Primordial
menjadi bentuk sikap negatife karena menjadikan berbagai kelompok dianggap
tidak nasionalis.
Soekarno mendefinisikan nasionalisme sebagai “cinta kepada tanah air, kesediaan yang tulus
untuk membaktikan diri dan mengabdi kepada tanah air, serta kesediaan untuk
mengesampingkan kepentingan golongan yang sempit.[1]
Konsep inilah yang mendasari Soekarno untuk setuju dengan usul-usul perubahan
sehingga menghasilkan UUD produk PPKI (Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang jauh berbeda dengan Produk BPUPKI (Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia), disamping pertimbangan
keutuhan persatuan bangsa. Sementara itu kelompok Islam menganggap konsep
nasionalisme Soekarno ini sebagai berlebihan, karena terkesan menyamakan posisi
nasionalisme sejajar dengan agama. Jika pandangan ini dipakai maka terkesan
menjadikan manusia sebagai budak yang menyembah tanah airnya dan berakhir
dengan merusak tatanan tauhid.
Karena itu Agus Salim menegaskan bahwa nasionalisme harus
diposisikan dalam konteks pengabdian kepada Allah. Sejalan dengan pendapat ini,
maka Islamlah prinsip yang harus didahulukan.[2] Dalam
sebuah kesempatan sewaktu mengajar di Cornell
University, Agus Salim mampir di Washington
dan bertemu dengan warga Indonesia. Inilah petikan pesannya kepada pemuda yang
masih relevan dengan kondisi kita sekarang, "Begitu pula di Tanah Air
kita. Janganlah pemuda-pemuda Indonesia bimbang tentang adanya berbagai-bagai
partai. Bukan uniformitas yang
mencapaikan tujuan yang tinggi-tinggi, tetapi besef, kesadaran tentang unitas (kesatuan dan persatuan) dalam
berlain-lainan asas, dalam berlain-lain pendapat, satu bangsa, satu Tanah Air,
selamat sama selamat, celaka sama celaka. Bukan satu saja, bukan uniform, tapi gerich of het gemeenschappelijk nut, bertujuan pada keselamatan
bersama karena keselamatan masing-masing yang tidak membawa keselamatan bersama
tidak akan tercapai". Ucap Agus Salim.
Jadi saat itu jauh hari Agus Salim begitu mewanti-wanti
janganlah generasi terpecah belah akibat kepentingan sempit seperti kepentingan
kelompok partai. Agus Salim memberi kesadaran pada kita semua bahwa persatuan
lebih penting diatas segalanya. Walaupun sejak lama Agus Salim telah bersama
Soekarno dalam masa pra-kemerdekaan sampai terakhir di pembuangan di Muntok
Bangka. Namun Agus Salim bicara tegas soal Nasionalisme. Selain itu Agus Salim
dikenal luas di beberapa Negara Barat dan Timur sebagai diplomat ulung.
Pemahamannya yang lekat dengan Pan-Islamisme menjadikan konsep Agus Salim Beyond Nasionalisme (melampaui
nasionalisme sempit). Ketegasannya
dalam memandang Nasionalisme tidak hanya sebatas tanah, air dan Negara melainkan
Nasionalisme tertuju pada Allah SWT merupakan titik kulminasi dari perdebatan
panjang Negara ini pada pra atau pasca kemerdekaan sekarang ini.
Bagi Agus Salim hal ini mutlak karena Nasionalisme yang
hanya sebatas tanah, air dan Negara adalah nasionalisme sempit dan Islam sangat
kecil kalau hanya untuk membela yang demikian. Islam bagi Agus Salim adalah
pembebasan dari semua bentuk penjajahan akal dan jasad yang dia yakini hanya
dengan Islam kita akan mengenal dunia yang penuh dengan kedamaian. Pertemuannya
dengan Tokoh-tokoh Islam Mesir, Palestina, Irak, dan lainnya menjadikan Agus
Salim tahu bagaimana meletakkan nasionalisme yang begitu luas menjangkau
seluruh Negara. Nasionalisme pada
intinya adalah membela hak-hak kehidupan bumi yang adil demi menggapai
cita-cita akhirat yang kekal. Sehingga Agus Salim memahami jika di bumi lain
ada manusia yang ditindas sebagaimana Indonesia pernah ditindas maka membela Negara
lain yang tertindas adalah bentuk Nasionalisme. Dan Mesir, Irak, Palestina sudah
membela Indonesia kala menuju kemerdekaan dan hal tersebut sebagai bentuk
nasionalisme mereka.
Maka bagi Agus Salim ketika memberi kuliah kepada mahasiswa
Indonesia di Amerika Serikat, partai
tidak menjadi penting jika kemudian menjadikan rasa nasionalisme itu menjadi
terpecah. Sebagai orang yang merasakan betul susahnya menyatukan bangsa, maka
nasionalisme harus tertuju pada tujuan satu yaitu keselamatan bersama dan untuk
Allah SWT. Pada saat sekarang ini Nasionalisme begitu sempit dan hanya
didefinisikan bagi pihak yang saling mengaku nasionalisme. Nasionalisme bagi
Agus Salim adalah Nasionalisme untuk semua, untuk keselamatan bersama!
0 komentar