Oleh : DHARMA SETYAWAN
Mahasiswa
Ekonomi Islam
Sekolah
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
“Ia
memakai kemeja tambahan, sesuatu yang belum pernah saya lihat diantara para
pegawai pemerintah manapun” Ucap George Mc Turnan Kahin seorang Indonesianis
asal Amerika ketika pertemu pertama kali dengan M Natsir.
Pandangan Kahin begitu nyata, jelas dan murni seketika
menghardik batinnya. Keheranannya semakin menjadi-jadi tatkala pribadi
sederhana M Natsir membuncahkan tauladan yang begitu langka. Muhammad Natsir,
dalam tulisan lain ada yang menulisnya Mohammad Natsir/Mohd. Natsir/M. Natsir,
adalah putra kelahiran Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat 17, Juli
1908, dengan gelar Datuk Sinaro Panjang. Sosok M Natsir adalah pemimpin paling
natural tanpa sedikitpun permainan citra bersandar pada dirinya. Apa yang
muncul baik kelebihan dan kekurangan semakin menegaskan dimana kita mampu
menjangkau M Natsir berdasarkan hakikat nurani.
M Natsir adalah pemilik kepekaan batin dari sekian banyaknya
pejuang yang sangat tulus mengawali Indonesia merdeka dengan segudang tantangan
masa depan. Pemimpin Partai Masyumi itu lihai dan kritis meretorikakan
gagasannya di Parlemen. Sosok Fundamentalis Islam sangat lekat dan ini yang
paling genuine. Kesantunannya menjadi penawar bagi sikap fundamentalisnya yang
menakutkan pagi para phobia Islam. Jika tidak demikian mana mungkin M Natsir
pasca berdebat dengan DN Aidit di Parlemen beberapa menit kemudian bersanding
mesra duduk bersama di luar gedung parlemen minum kopi layaknya saudara akrab.
Cerminan mental para pejuang memang paten di benak founding fathers parlemen
Indonesia ini. Bahkan sering kali DN Aidit berboncengan naik sepeda ketika
tugas kenegaraan selesai dan mereka pulang bersama. Orang kemudian memahami,
perdebatan sengit antara Islam dan Komunis di Parlemen adalah bentuk ketegasan
yang bukan pura-pura soal konsep kenegaraan Indonesia yang begitu heterogen, namun
sikap humanism mereka telah mencairkan suasana.
Soal Islam Natsir tegas! Juga demikian soal menyambung silaturahmi
M Natsir mencontohkan cara muslim yang baik. Soekarno yang semula menganggap M
Natsir sebagai anak kesayanganpun pada akhirnya berseberangan tentang dasar ideologi
Negara. Bisa kita bayangkan kedekatan seorang M Natsir dengan Soekarno berakhir
dengan kelak Masyumi dibubarkan dan tokoh-tokohnya di penjara termasuk M
Natsir. Lain dari itu, M Natsir merupakan seseorang yang sering menuliskan
naskah pidato Soekarno. Maka Hatta pun pernah berkelakar “Pak Natsir itu anak
kesayangan Pak Karno”. Ketika ditanya M Natsir mengatakan “Ia saya dekat dengan
Pak Karno dekat sekali bahkan saya sering menuliskan kata pidato untuknya, tapi
itu dulu sekarang kita beda pandang, tentang identitas Negara”.
Tanggal 5 April 1950 Natsir mengajukan mosi intergral dalam
sidang pleno parlemen, yang secara aklamasi diterima oleh seluruh fraksi. Mosi
ini memulihkan keutuhan bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan RI (NKRI), yang
sebelumnya berbentuk serikat. Karena prestasi inilah Natsir diangkat menjadi
perdana menteri. Bung Karno menganggap Natsir mempunyai konsep untuk
menyelamatkan Republik melalui konstitusi. Maka Natsir disebut beberapa pakar
sejarah dengan sebutan “Negarawan Konstitusional”. Begitulah Natsir tokoh yang
baru diberi pahlawan pada 10 November 2008, bersamaan dengan 2 tokoh lainnya Almarhum
K.H. Abdul Halim dan Almarhum Soetomo (Bung Tomo).
Natsir menggambarkan tokoh yang penuh semangat. Menyelelami
kehidupan Natsir akan menemukan kesederhanaan, kesabaran, kejujuran dan
semangat Islamnya yang begitu tinggi. Natsir pernah mengatakan “Saya tidak
takut masa depan, karena tidak ada bahaya, masa depan milik umat Islam, jika
mereka tetap istiqomah, baik secara pribadi atau kolektif”. Cita-cita Natsir
begitu tinggi, gelombang semangatnya sangat membuncah. Bangsa ini begitu
beruntung melahirkan Muslim seperti Natsir. Muslim yang begitu memahami
perjuangan Islam lewat konstitusi. Semangat yang tidak padam sampai hari ini.
Saat ditanya oleh radaktur Majalah Al-Wa’yul Islami” Kuwait di rumahnya tahun
1989 tentang tokoh yang berpengaruh dalam hidupnya Natsir menjawab “ Haji
Syaikh Muhammad Amin Al Husaini, Imam Asy Syahid Hasan Al-Banna dan Imam
Al-Hudhaibi. Sedangkan Tokoh Indonesia adalah Syaikh Agus Salim dan Syaikh
Ahmad Surkati”.
0 komentar