PENDIDIKAN NIR KARAKTER

07.04.00


Oleh : DHARMA SETYAWAN

 
“Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan” (Pramoedya Ananta Toer)
Tawuran pelajar, mahasiswa dan perilaku premanisme pendidikan semakin tidak terkendali. Melihat tontonan kejam di televisi, mereka yang seharusnya memegang pena, buku dan alat-alat laboratorium keilmuan, kini terlihat nyata di jalanan membawa rantai, pedang, batu dan bom molotof. Bak perang melawan penjajah, sayangnya mereka menghabisi kawan-kawan bangsanya yang bisa jadi kelak menjadi patner hebat membangun negeri ini. Mereka yang telah membunuh kawannya, menyobek perutnya dengan clurit pun merasa puas. Teori Darwin ‘Organisme Struggle’ benar-benar diresapi oleh mereka yang hidup untuk saling meniadakan. Yang muncul di media kita bisa jadi hanyalah fenomena gunung es. Di lapangan kita melihat secara telanjang bagaimana para peserta didik dan masa depan bangsa ini menjadi pribadi yang tidak berkarakter. Pendidikan adalah kunci peradaban yang harus dibangun dalam sebuah bangsa. Kita lihat kemajuan tiap-tiap Negara mereka memiliki soft power dan hard power untuk memberi proteksi terhadap ancaman pendidikan. Dari dalam pendidikan sendiri Kementrian pendidikan memang mencanangkan tentang pendidikan berkarakter. Yang menjadi keprihatinan bersama adalah bahwa bangsa ini tidak hanya krisis generasi berkarakter, tapi mengalami krisis pendidik yang berkarakter.
Apa yang salah di negeri ini? Siapa yang mendidik mereka jadi mesin pembunuh masal? Atas nama apa mereka mengacungkan benda tajam dan membabi buta? Dimana letak demokrasi dan HAM kita? Dimana letak hukum negeri ini? Senangkah televisi dengan aliran pundi uang dan memiliki andil besar meng-erosi karakter bangsa ini? Pornografi, citra seksualitas, sinetron pendidikan alay, dan artis-artis nir budaya. Dimana letak regulasi Pemeritah untuk menghadirkan aturan tontonan yang bermutu di media kita? Negara yang besar ini, Negara yang pernah menjadi pembela kuat penolakan kolonialisme dan imperialism. Negara yang pernah menjadi pencetus berkumpulnya negeri eks koloni (Konferensi Asia Afrika). Negara yang pernah memiliki presiden berdikari. Negara yang kita menemui keindahan surga di dalamnya, keindahan nusantara dan kekayaan alamnya. Bangsa kita digilas zaman, bangsa kita diserang secara perlahan, bangsa kita di bombardir mabuk modernisme. Negara kita dijajah dengan cara-cara yang lebih tidak manusiawi dari pada kolonialisme itu sendiri.
Kita ingat sebuah cerita dalam film Tin-Tin bagaimana sebuah penduduk hutan yang di dalamnya ada sumber daya alam luar biasa telah dihancurkan. Beberapa kali pihak asing mencoba memasuki hutan tersebut namun mereka selalu saja kalah oleh jebakan penduduk pribumi di hutan. Banyak tentara yang tewas di dalam hutan karena ingin mengambil kekayaan di dalam hutan tersebut. Pada akhirnya mereka menemukan cara dengan memberi minuman wisky yang di berikan lewat udara dengan pesawat. Akhirnya penduduk pribumi mabuk dan mencandui minuman tersebut. Dengan mudahnya tentara asing dapat memasuki hutan tanpa harus membunuh karena penduduk pribumi lalai dan tidak memiliki karakter keberanian. Negeri ini juga telah diserang dari berbagai arah. Lewat pendidikan, media, dan kebudayaan dan lainnya.
Di dunia pendidikan kita tidak lagi melihat adanya narasi sastra yang menggelora. Di pendidikan kita berlaku konsep perusahaan dimana pendidikan focus pada untung. Buku mahal tiada ampun tanpa subsidi yang serius dari pemerintah. Kita miskin narasi, tidak mencintai lagi pantun, puisi, gurindam yang mampu menggelorakan anak-anak didik kita sebagaimana Soekarno mengucap “Gantungkan cita-citamu setinggi langit”. Kita melihat di pendidikan kita diajarkan bagaimana mendapat nilai bagus dengan cara-cara non kejujuran. Hanya angka-angka yang menjadi orientasi pendidikan, bukan nilai (value) kemanusiaan yang kini semakin kita sulit definisikan. Karakter bangsa ini juga hilang dengan perilaku pendidik yang semakin tidak berkarakter. Mengutip ungkapan Anis Baswedan seharusnya para pendidik yang lebih dulu dituntut untuk memiliki karakter. Sehingga generasi kita secara perlahan mewarisi karakter-karakter baik yang kita harapkan. Keberanian, kejujuran, sopan-santun, juga hadir di keluarga dimana orang tua di rumah juga harus memiliki andil besar mengajarkannya.    
Media kita juga harus memberi suguhan yang bermutu untuk bangsa ini. Sinetron yang mencerahkan. Media yang memberikan suguhan pornografi dan pornoaksi seharusnya ditegaskan oleh pemerintah untuk menghentikan ketidakmutuan program mereka. Rupiah yang hari ini di dapat media, jauh lebih sedikir dari kerugian yang sebenarnya dialami bangsa ini akibat generasi yang mengalami kerusakan moral. Narkoba, minuman keras, moral agresif secara langsung atau tidak di dapati dari menonton acara sinetron-sinetron yang tidak bermutu.
Kebudayaan kita telah tergerus. Kita kehilangan karakter dari produk bangsa sendiri. Kita teriak-teriak ketika melihat budaya kita di klaim Negara lain yang sebenarnya masih satu bangsa dan satu rumpun. Namun diluar itu kita yang tidak mengklaim tapi mempraktekkan langsung budaya bangsa lain yang tidak bermutu. Mulai dari artis-artis Korea yang tidak memiliki musikalitas seindah music nusantara. Gaya rambut, pakaian dan segudang style yang kita semakin krisis mengenali bangsa yang telah dijajah secara holistik ini. Kita butuh perubahan dan perlawanan entah itu dari mana harus dimulai?

You Might Also Like

3 komentar

  1. Setuju.. Disamping pendidikan formal seharusnya pendidikan akhlak memang harus ditekankan di negeri kita.. nice article...

    BalasHapus
  2. sangat setuju,,, pendidikan ahlak adalah hal yang harus menjadi pondasi

    sekalian mampir ya
    http://srimol.blogspot.com/

    BalasHapus

Ayo Gabung

SUBSCRIBE NEWSLETTER

Get an email of every new post! We'll never share your address.

Dharma

Dharma
Selamatkan kekayaan Indonesia

Ad Banner

Ad Banner