MENGGUGAT NURDIN HALID DAN QUO VADIS PSSI

06.00.00

di muat di http://www.radarlampung.co.id/ 24 Februari 2011

Oleh : Dharma Setyawan
Ketua Komunitas Hijau Lampung


Terpilihnya kembali Nurdin Halid sebagai kandidat calon ketua PSSI (Pengurus Sepakbola Seluruh Indonesia) untuk periode 20011-2015 sangat menyesakkan dada para penggemar tim garuda. Nurdin Halid yang telah memimpin PSSI selama 2 periode dengan tidak tahu malu terjun kembali di konggres pencalonan untuk berambisi kembali menjadi orang nomor satu di PSSI. Terpilihnya kembali nama Nurdin Halid masuk bursa calon ketua menyulut kemarahan para suporter sepakbola di berbagai daerah. Mereka berduyun-duyun ke kantor PSSI untuk menuntut mundur Nurdin Halid sebagai calon Ketua PSSI periode 2011-2015.

Nurdin Halid yang pernah menjadi anggota DPR dari Partai Golkar pada tahun 1999-2004 adalah sosok yang memang sangat kontroversial. PSSI di bawah kepemimpinan Nurdin Halid menjadi lembaga sepak bola nasional yang syarat dengan politisasi Citra. Pada deklarasi calon gubernur Sulawesi Tenggara dari Partai Golkar, Nurdin Halid mengklaim 'sukses' tim nasional Indonesia pada Piala Suzuki AFF 2010 adalah karya Partai Golkar. Hal ini bertentangan dengan Statuta FIFA yang melarang keras politisasi sepak bola.. PSSI yang selama ini terus di bayang-bayangi kelompok Parpol tertentu menjadi masalah pelik bagi tumbuhnya organisasi sepak bola untuk dapat berkembang dengan baik.

PSSI dan Kepentingan Citra

Nurdin Halid adalah sosok gambaran nyata seorang tokoh di balik hegemoni parpol yang terus mencederai perjalanan sepak bola indonesia. PSSI sebagai lembaga independent yang seharusnya fokus dalam urusan prestasi Timnas. PSSI seharusnya terus berupaya melakukan perbaikan masa depan sepak bola bukan pada jualan citra palsu yang sebenarnya belum dapat di banggakan secara penuh. Melihat masa lalu Nurdin Halid yang di calonkan kembali sebagai calon ketua PSSI sebaiknya perlu di tinjau ulang agar sakit hati para penggemar sepak bola tanah air dapat terobati.

Sepak terjang Nurdin Halid juga sangat di pertanyakan selama ini. Pada 16 Juli 2004, dia ditahan sebagai tersangka dalam kasus penyelundupan gula impor ilegal. Ia kemudian juga ditahan atas dugaan korupsi dalam distribusi minyak goreng. Hampir setahun kemudian pada tanggal 16 Juni 2005, dia dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan tersebut oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan dibebaskan. Putusan ini lalu dibatalkan Mahkamah Agung pada 13 September 2007 yang memvonis Nurdin dua tahun penjara. Ia kemudian dituntut dalam kasus yang gula impor pada September 2005, namun dakwaan terhadapnya ditolak majelis hakim pada 15 Desember 2005 karena berita acara pemeriksaan (BAP) perkaranya cacat hukum. Selain kasus ini, ia juga terlibat kasus pelanggaran kepabeanan impor beras dari Vietnam dan divonis penjara dua tahun 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 9 Agustus 2005. Tanggal 17 Agustus 2006 ia dibebaskan setelah mendapatkan remisi dari pemerintah bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia. Pada 13 Agustus 2007, Ia kembali divonis dua tahun penjara akibat tindak pidana korupsi dalam pengadaan minyak goreng.

Berdasarkan standar statuta FIFA, seorang pelaku kriminal tidak boleh menjabat sebagai ketua umum sebuah asosiasi sepak bola nasional. Kecaman yang dilakukan beberapa tokoh saat itu juga tidak di indahkan oleh Nurdin Halid dan PSSI hal ini yang menyebabkan stagnasi prestasi di tubuh sepak bola Indonesia semakin akut karena kepengurusan PSSI jelas di isi orang yang memiliki kepentingan sempit. Tindakan kecaman yang dilakukan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Malarangeng juga tidak di indahkan oleh para pengurus PSSI dan tetap meloloskan Nurdin Halid kembali sebagai calon Ketua PSSI.

Melawan Hegemoni

Sudah saatnya kepengurusan PSSI harus di reformasi agar prestasi gemilang sepak bola Indonesia dapat terwujud di masa depan. FIFA dan Kementrian Pemuda dan olahraga harus membersihkan PSSI dari kepentingan politisasi. Tindakan tegas sangat perlu dilakukan agar tidak ada lagi pihak yang melakukan hegemoni citra di sepak bola nasional. Jika sanksi tegas tidak segera di berikan maka jangan heran jika geelombang demonsran suporter di berbagai daerah akan terus meningkat dan menambah cira buruk PSSI sebagai lembaga sah sepak bola indonesia. Dan secara tidak langsung akan mengurangi harapan para penikmat sepakbola indonesia yang selama ini masih percaya dengan PSSI. Selain itu perlu kita lihat lembaga di luar PSSI juga mulai memberikan sumbangsih sepakbola nasional seperti lembaga sepakbola Liga Primer Indonesia (LPI) dan Liga Super Indonesia (LSI) yang sekarang telah mengambil simpati penggemar sepakbola di Indonesia.

Ajang sepakbola yang sebelumnya menjadi bisnis segelintir pihak harus segera di rubah oleh pengambil kebijakan dan di buktikan dengan kepengurusan PSSI yang berbasis prestasi. Sepakbola tidak salah ketika menjadi bisnis sebagian pihak tapi akan salah jika karena bisnis fokus perbaikan sepakbola tidak terwujud bahkan penuh dengan polemik keributan di tubuh pengurus PSSI. Upaya semua pihak sangat perlu dalam membangun prestasi sepakbola nasional. Pemerintah, Pemerhati sepakbola, dan System PSSI punya andil besar dalam membangun prestasi Timnas.

Kita perlu belajar banyak dari sepakbola Jepang. Jepang yang sebelumnya tidak pernah bermimpi ikut piala dunia, telah mengawali mimpi bermain di piala dunia dengan membuat film kartun “Tsubasa”. Dari film kartun tersebut Jepang telah membangun mental para penduduk Jepang bahwa mereka mampu tampil di pentas dunia. Film Tsubasa Ozora dan kawan kawanya pada akhirnya melanglang buana,untuk semakin meningkatkan skill sepakbola mereka,Tsubasa sendiri pergi ke Brazil bergabung dengan klub Sao Paulo, sementara temannya Kojiro Hyuga, hijrah ke Serie A Italia. Misako Taro, pergi ke Le Championat Perancis, Genzo Wakbayashi pergi ke Bundesliga Jerman. Itulah mimpi mereka dalam film kartun yang 20 tahun lalu telah di rancang.

Mimpi itu akhirnya menjadi nyata banyak pemain Jepang yang akhirnya bermain ke Liga liga Eropa. Sebutlah Hidetoshi Nakata pernah bermain di Perugia dan AS Roma Italia, Junichi Inamoto pernah di Feyenord Roterdam Belanda. Atsushi Yanagisawa pernah bermain di Sampdoria. Shunsuke Nakamura pernah di serie A Italia, La Liga Spanyol,dan kick and Rush Scotish liga. Jepang memang belum pernah juara tapi jepang dapat menjadi contoh terbaik bagi sepakbola di Asia dan dapat menginspirasi sepakbola Indonesia untuk lebih baik. Garuda di dadaku garuda kebanggaanku kuyakin hari ini pasti menang!!!!!!!!!

You Might Also Like

0 komentar

Ayo Gabung

SUBSCRIBE NEWSLETTER

Get an email of every new post! We'll never share your address.

Dharma

Dharma
Selamatkan kekayaan Indonesia

Ad Banner

Ad Banner